PROBOLINGGO - Setahun lebih pandemi Covid-19 melanda Indonesia, baik pusat maupun daerah terdampak utamanya pada sektor ekonomi.
Pariwisata yang menjadi salah satu penunjang ekonomi daerah nyaris mati suri, perhotelan dan layanan jasa pariwisata kelimpungan akibat sepinya pengunjung wisata.
Dalam mencari solusi penguatan ekonomi melalui pariwisata, Pemerintah Kabupaten Probolinggo menggandeng organisasi wartawan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Probolinggo dalam dialog bertema 'Bangkit dari Pandemi, Pers Sebagai Akselerator Perubahan'.
Dialog itu digelar di area wisata Bromorest Cafe and Camping lereng Gunung Bromo, Desa Sariwani, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Kamis (25/02/2021).
Terkait pentingnya komunikasi publik dalam peningkatan ekonomi melalui pariwisata, Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari mengatakan peran media sangat besar dalam membangkitkan geliat ekonomi tersebut.
"Pengenalan destinasi wisata di Kabupaten Probolinggo oleh insan pers, akan membangkitkan ekonomi," ungkapnya kepada puluhan wartawan.
Sektor pariwisata, kata Tantriana memang sedikit terlupakan karena Pemerintah Kabupaten Probolinggo fokus pada penanggulangan Covid-19. "Tidak hanya sektor ekonomi, para wartawan dan perusahaan pers juga terdampak Covid-19," ujarnya.
Merebaknya informasi hoax, sambung bupati perempuan itu menjadi pekerjaan rumah kita semua untuk diselesaikan, agar masyarakat menerima informasi yang benar.
"Saya harap para wartawan ikut membantu pemerintah melawan berita-berita yang tidak jelas sumbernya," pintanya.
Forum dialog pakar komunikasi publik, pemerintah Kabupaten Probolinggo dan para wartawan itu digelar sebagai puncak perayaan Hari Pers Nasional (HPN) ke-75.
Pakar ilmu komunikasi publik Universitas Airlangga Surabaya, Dr. Suko Widodo dihadirkan pada forum dialog tersebut.
Wartawan sebagai akselerator perubahan, menurut Suko Widodo harus kembali belajar agar dapat bersaing dengan setiap orang yang saat ini bisa menjadi penyampai informasi.
"Wartawan harus move on (berubah-red) dulu sebelum kita me-move on kan masyarakat," katanya saat mengawali sesi dialog.
Nilai wartawan, lanjut Suko rusak karena dirusak oleh wartawan sendiri yang tidak menggunakan kepekaan dalam peliputan. "Kenapa kita harus bergantung pada berita-berita sensasional?, karena kita tidak menggunakan kepekaan kita," ungkapnya.
Wartawan daerah diminta fokus pada locus (tempat-red) bertugas, agar konsentrasi nasional bisa tertuju ke daerah.
"Misal di Probolinggo maka kita harus bisa mengangkat berita sedetil-detilnya, sehingga nasional akan melirik dan memperhatikan daerah," imbuhnya.
PWI perlu melakukan studi banding karena wartawan perlu belajar tentang teknologi informasi yang bagus. "Kita sudah berada di zaman baru, banyak teori-teori komunikasi runtuh," pungkas Suko Widodo.
Sementara Ketua PWI Persiapan Perwakilan Probolinggo, Suyuti menyebut para wartawan ke depan tidak hanya dituntut dapat menulis berita seputar isu dan masalah yang muncul di lapangan, tapi juga dapat mencari penyelesaiannya.
Sementara itu, Ketua PWI Persiapan Perwakilan Probolinggo, HA. Suyuti mengatakan, ke depannya insan pers diharapkan tidak hanya pandai dalam memberitakan sebuah isu atau permasalahan yang ada di lapangan saja.
"Hal itu sudah dilakukan oleh negara maju. Jadi wartawan bukan hanya bisa menulis masalah tapi juga dituntut mencari solusinya," ungkapnya.
Pesatnya perubahan sosial saat ini, menuntut para wartawan dapat mengikuti perkembangannya agar dapat mengarahkan opini publik pada pembangunan sumber daya manusia.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Lutfi Hidayat |
Editor | : |
Komentar & Reaksi