JAKARTA - Suaraindonesia.co.id - Tak sekadar memutus dugaan pelanggaran terkait etik hakim Mahkamah Konstitusi, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga diminta mendalami dugaan mafia peradilan di MK dengan membentuk tim investigasi.
Desakan itu dilontarkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara.
"Kami minta MKMK ini membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kemungkinan mafia peradilan," kata Petrus Selestinus, pelapor dari TPDI, ditemui Suara.com jejaring Suaraindonesia.co.id di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (6/11/2023).
Menurut Petrus, MKMK perlu mendalami dugaan mafia peradilan dalam putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.
Terlebih, hakim Saldi Isra dan Arief Hidayat dalam dissenting opinion-nya menguak dinamika internal saat rapat permusyawaratan hakim atau RPH, sebelum putusan perkara tenggang batas usia minimal capres dan cawapres.
"Dalam waktu sekejap, hakim berubah pendirian dari menolak menjadi kabul. Itu juga bagian dari adanya dugaan mafia yang bermain di situ," kata Petrus.
Sebelumnya, hakim MK mengeluarkan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memperbolehkan orang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres, kalau pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pemilu.
Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut adalah banyaknya anak muda yang ditunjuk sebagai pemimpin.
Putusan itu menuai reaksi di kalangan masyarakat, lantaran dinilai membuka jalan pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres. Sementara, ada conflict of interest, karena Gibran adalah keponakan Anwar, ketua MK yang ikut memutus perkara tersebut. (*)
sumber : suara.com/ jejaring Suaraindonesia.co.id
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Redaksi |
Editor | : Danu Sukendro |
Komentar & Reaksi