SUARA INDONESIA

Tak Bisa Berobat Pakai SKTM di Rumah Sakit, Pasien Miskin Tuban Akhirnya Meninggal

Irqam - 05 May 2024 | 06:05 - Dibaca 8.48k kali
News Tak Bisa Berobat Pakai SKTM di Rumah Sakit, Pasien Miskin Tuban Akhirnya Meninggal
Sukati, pasien warga miskin yang akhirnya meninggal setelah tak bisa berobat di rumah sakit pakai SKTM. (Foto: Istimewa)

SUARA INDONESIA, TUBAN - Sukati (40), seorang pasien dari keluarga miskin meninggal dunia setelah tidak bisa berobat lebih lanjut di RSUD dr Koesma Tuban, Jawa Timur, menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh desa setempat.

Kabar tersebut diungkapkan oleh keluarga pasien. Samsir (45), suami pasien tersebut menuturkan, Sukati sudah beberapa hari tidak sadarkan diri akibat sakit parah yang diderita. 

Sampun telong dino ora sadar bojo kulo. Bade berobat neng rumah sakit gawe SKTM ditolak (Sudah tiga hari tidak sadar istri saya. Mau berobat di rumah sakit menggunakan SKTM ditolak, Red),” kata Samsir kepada Suara Indonesia, Sabtu (4/05/2024).

Samsir menjelaskan, semula dirinya sudah tidak berani membawa sang istri berobat ke rumah sakit karena tak ada biaya. Pasalnya, sejak dua tahun terakhir hidupnya berpindah-pindah setelah rumah beserta tanah disita bank karena terlilit hutang. 

Kemudian Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Widang pada 1 Mei 2024, mendapat informasi istri Samsir yang mengontrak rumah di wilayah Kecamatan Kenduruan, Tuban, sedang mengalami sakit parah dan butuh segera pengobatan di rumah sakit.

Lalu seketika TKSK dan perangkat Desa Tegalsari menjemput dan membawa Sukati ke rumah sakit. Sekitar pukul 15.00 WIB tiba di RSUD dr Koesma Tuban. Saat itu, istri Samsir sempat ditangani di ruang IGD.

Karena kondisi yang sudah parah, Sukati harus menjalani perawatan lanjutan dan minta mengurus administrasi rumah sakit. Karena tidak ada biaya, Samsir kemudian menyodorkan SKTM kepada petugas rumah sakit berharap semua biaya bisa ditanggung pemerintah. 

Namun, petugas setempat menyatakan bahwa SKTM sudah tidak bisa digunakan untuk berobat gratis di RSUD dr Koesma Tuban. Lelaki yang sehari-hari menjadi kuli bangunan tersebut diminta mendaftarkan istrinya, sebagai pasien umum.

Gowo SKTM ora diterimo, dikon bayar mandiri. Aku uwes ora nyekel duwet blas. Sewulan ora kerjo nunggoni bojo loro. Tapi alhamdulilah pak iki enek sing nulung biayai bojo kulo (bawa SKTM tidak diterima, diminta bayar mandiri. Tapi alhamdulilah, ini ada yang membantu biaya istri saya, Red),” terang Samsir dengan suara bergetar menahan tangis.

Samsir melanjutkan, dirinya bersyukur pihak desa bertanggung jawab atas semua biaya rumah sakit istrinya secara mandiri, setelah berjam-jam tidak mendapat penanganan lebih lanjut. “Iki budal rumah sakit iyo ora gowo duwet. Alhamdulillah onok seng gelem bantu (ini berangkat rumah sakit tidak bawa uang. Alhamdulillah ada yang mau bantu),” ujarnya.

Kepala Desa Tegalsari Supriyono membenarkan pihak rumah sakit menolak Sukati yang berobat menggunakan SKTM. Ia mengemukakan, Samsir bersama istri dan anak-anaknya sudah hampir dua tahun meninggalkan Desa Tegalsari.

Kendati demikian, Samsir dan keluarganya tercatat sebagai warga kurang mampu dan masuk dalam DTKS Desa Tegalsari.

“Samsir dan Sukati ini warga saya, namun sudah keluar lama dari desa karena terlilit hutang. Kemudian saya dapat kabar kalau Ibu Sukati sakit parah. Lalu perangkat desa, saya suruh untuk membawa ke rumah sakit dengan bawa SKTM. Ternyata di rumah sakit menolak bahwasanya Tuban ditiadakan SKTM,” kata Supriyono.

Dengan kondisi itu, Supriyono mengambil langkah dengan menanggung semua biaya rumah sakit Sukati secara mandiri. Namun karena diduga terlambat dapat pengobatan lebih lanjut, Sukati meninggal dunia pada 2 Mei 2024 sekitar pukul 03.00 WIB.

“Tanggal 2 Mei sekitar jam tiga pagi Ibu Sukati sudah meninggal dunia. Karena mungkin sakitnya sudah parah dan telat penanganan. Biaya rumah sakit sebesar tiga juta sudah saya tanggung. Namun biaya pemakaman tidak,” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur RSUD dr Koesma Tuban Moh. Masyhudi membantah pihak rumah sakit menolak pasien berobat dengan SKTM. Menurutnya, SKTM adalah administrasi awal. Pihak keluarga pasien harus mengurus kembali surat pernyataan miskin (SPM) di dinas sosial setempat. 

“Kita RSUD pemerintah tidak boleh dan tidak akan menolak warga miskin untuk berobat ke rumah sakit. Mungkin ada miskomunikasi,” elak Masyhudi, saat dihubungi.

Kendati demikian, Masyhudi mengaku sementara waktu rumah sakit belum bisa menerima pasien dengan SPM. Pasalnya, saat ini dana SPM dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban sudah habis. 

“Saya klarifikasi ke Bu Kadinkes. Ibu Kadinkes kalau dana SPM Pemkab Tuban sudah habis dan masih diupayakan ada tambahan dana dari pemkab untuk program SPM. Info dari ibu Kadinkes warga miskin akan digeser ke Penerima Bantuan Iuran Daerah atau PBID,” jelasnya.

Masyhudi menyatakan, RSUD dr Koesma Tuban berkomitmen akan melayani warga miskin yang membutuhkan pengobatan. “Orang miskin dipelihara oleh negara. Dan RSUD mewakili negara dalam melayani orang miskin. Rumah sakit memberikan subsidi kepada orang yang miskin,” ujar Masyhudi.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Tuban Esti Surahmi memilih bungkam terkait Sukati yang tidak berobat di RSUD dr Koesma Tuban menggunakan SKTM. Ia juga tidak menjawab pertanyaan penyebab dana SPM Pemkab Tuban habis. (*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Irqam
Editor : Mahrus Sholih

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya