SUARA INDONESIA, TUBAN - Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Esti Surahmi, buka suara soal kasus pasien dari keluarga miskin bernama Sukati, yang meninggal karena tidak bisa berobat lebih lanjut di RSUD dr Koesma Tuban menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM).
Sukati yang merupakan warga Desa Tegalsari, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban ini, memang sempat dirawat di ruangan IGD. Namun karena diduga terlambat mendapat perawatan lanjutan, nyawa perempuan berusia 40 tahun itu akhirnya tidak tertolong.
Namun hal tersebut dibantah oleh Esti. Ia menyebut, Sukati meninggal bukan karena terlambat mendapat perawatan lebih lanjut di RSUD dr Koesma Tuban. Melainkan karena pasien kondisinya sudah parah baru dibawa ke rumah sakit.
“Pasien kemarin sudah dilayani loh iya di rumah sakit. Tapi kondisinya pasien sudah sakit parah dan tidak sadar,” kata Esti kepada Suara Indonesia, Minggu 5 Mei 2024 kemarin.
Esti mengakui saat ini warga Tuban yang kurang mampu tidak bisa lagi menggunakan SKTM untuk berobat gratis di RSUD dr Koesma Tuban. Pasalnya, per tanggal 1 Mei 2024 ini Pemkab Tuban telah menghapus program tersebut.
Menurut Esti, pihaknya tidak menghapus program SKTM berobat gratis tanpa solusi. Warga miskin yang membutuhkan berobat gratis di rumah sakit milik Pemkab Tuban akan dialihkan dan didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan melalui segmen Penerima Bantuan Iuran Daerah (PBID).
“Program SKTM untuk berobat gratis di RSUD per tanggal 1 Mei 2024 ini telah kita stop. Pasien tidak mampu akan dialihkan ke PBID yang sumber anggarannya dari daerah. Tapi kita masih terkendala di SIPD (Sistem Informasi Pembangunan Daerah, Red),” ungkap Esti.
Esti menegaskan, penghapusan SKTM telah melalui pembahasan dan evaluasi semua pihak. Pemkab Tuban menemukan adanya penyalahgunaan SKTM. Dimana warga tergolong mampu secara ekonomi bisa mendapatkan SKTM untuk tujuan berobat gratis.
Hal tersebut membuat klaim pembayaran dana untuk SKTM yang dianggarkan di APBD membengkak. Terlihat pada tahun 2023, Pemkab Tuban menganggarkan Rp 4 miliar. Namun dalam realisasinya membengkak hingga Rp 5 miliar lebih.
Selain itu, penghapusan SKTM juga untuk ketertinggalan target penerapan sistem Universal Health Coverage (UHC). Saat ini, Pemkab Tuban mengejar capaian kepesertaan BPJS Kesehatan warga tembus 95 persen.
“Tahun kemarin kami menemukan ada oknum yang menyalahgunakan SKTM. Kemarin teman-teman dewan juga menyampaikan ada calo terkait SKTM. Sehingga pagu anggarannya hanya Rp 4 miliar membengkak menjadi Rp 5 miliar. Itukan menjadi piutang di rumah sakit untuk kami,” terangnya.
Sebelumnya, Sukati (40), warga miskin asal Desa Tegalsari, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban, mengalami sakit parah hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Pada 1 Mei 2024, Sukati dibawa ke RSUD dr Koesma Tuban dan sempat ditangani di ruang IGD.
Karena kondisi yang sudah parah, Sukati harus menjalani perawatan lanjutan dan diminta untuk mengurus administrasi rumah sakit. Ketiadaan biaya membuat Samsir (45), suami pasien, menyodorkan SKTM kepada petugas rumah sakit, berharap semua biaya bisa ditanggung pemerintah.
Namun, petugas setempat menyatakan bahwa SKTM sudah tidak bisa digunakan untuk berobat gratis di RSUD dr Koesma Tuban. Samsir diminta mendaftarkan istrinya, sebagai pasien umum.
“Sampun telung dino ora sadar bojo kulo. Bade berobat neng rumah sakit gawe SKTM ditolak (Sudah tiga hari tidak sadar istri saya. Mau berobat di rumah sakit menggunakan SKTM ditolak, Red),” kata Samsir kepada Suara Indonesia, Sabtu (4/05/2024).
Beruntung, Kepala Desa Tegalsari bersedia menanggung biaya perawatan Sukati sebagai pasien umum. Namun karena diduga terlambat dapat pengobatan lebih lanjut, Sukati meninggal dunia pada 2 Mei 2024 sekitar pukul 03.00 WIB. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Irqam |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi