SITUBONDO – DPRD Situbondo meminta Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Situbondo untuk mengajukan dana tanggap darurat penanganan kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) sebesar Rp 10 miliar.
Hal Itu disampaikan, pada saat anggota dewan melakukan audiensi bersama di ruang Komisi II Gedung DPRD, Jumat (10/6/2022).
Anggota Komisi II DPRD Suprapto mengatakan, kebutuhan biaya itu diperuntukkan untuk pembelian vitamin.
Ditambah obat penurun panas dan obat penghilang nyeri maupun desinfektan.
Setelah dirinci, kebutuhan biaya dalam satu ekor ternak membutuhkan biaya sebesar kurang lebih Rp. 300 ribu rupiah.
"Sedangkan jumlah ternak yang ada di Situbondo jumlah populasi hewan ternak mencapai 183.500. Jadi,
Rp 300 ribu itu kebutuhan untuk menangani satu ekor hewan yang sudah terpapar maupun hewan yang belum terpapar PMK,”ucap Suprapto, kepada wartawan Suara Indonesia di Kantor DPRD.
Suprapto mengatakan, dalam penanganannya kasus PMK saat ini sudah menjadi tanggung jawab Dinas Peternakan dan Perikanan, Pemkab Situbondo. sehingga tidak ada biaya yang dibebankan kepada peternak.
“Sebab kasus ini sudah masuk wabah penyakit yang darurat, jadi pemerintah harus segera mengambil langkah untuk menanganinya,”ungkapnya.
Lebih lanjut Politisi Fraksi PKB itu mengatakan, pemerintah daerah harus bergerak cepat dalam mengatasi penyakit menular itu. sebab dalam beberapa pekan terakhir, sudah ratusan hewan ternak dinyatakan suspek terjangkit penyakit PMK.
“Hingga saat ini, kasus aktif penyakit PMK sudah mencapai 251 hewan sapi yang terpapar itu masih belum dombanya,” kata Suprapto.
Politisi senior ini juga mengatakan, Disnakkan ini terlambat dalam menangani penyebaran kasus PMK.
Padahal sebelum kasus itu ada di Situbondo, sejumlah wilayah kabupaten/Kota di Jawa Timur banyak terdampak.
“Memang penanganannya tidak terstruktur. Seharusnya sebelum ada di situbondo, untuk menangani paparan aktif itu Dinas harusnya sudah mengeluarkan kebijakan penanganan PMK sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Jadi penanganannya serentak dan seragam,” jelasnya.
Suprapto menambahkan, DPRD akan terus mengawal dan memantau kasus persebarannya untuk memastikan, apakah penyakit tersebut sudah ditangani serius oleh Disnakkan.Dengan begitu kita nantinya dapat melakukan evaluasi secara bersama tentang kendala-kendala di lapangan untuk penanganannya.
“Kalau masih kasusnya tinggi kami akan memanggil kembali pihak terkait ke DPRD,” tandasnya.
Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan, Kholil mengaku, rekomendasi dari hasil rapat kerja bersama DPRD, Dinas akan menindak lanjuti dengan penanganan secara intensif lagi. Pemerintah bekerja sama dengan perangkat daerah untuk mencegah persebaran PMK.
“Kepala Desa kami minta untuk melakukan isolasi mandiri kepada hewan ternak yang terpapar. Jangan sampai dibawa keluar sebelum hewan itu dinyatakan sembuh,” ucapnya.
Kholil mengaku, minimnya anggaran itu karena disebabkan tidak dicantumkan pada APBD tahun 2022. Karena kasus ini terjadi secara tiba-tiba.
“Disnakkan akan menggelar rapat bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) terkait anggaran penanganannya kedepan,” ungkapnya.
Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) itu mengatakan, Sebanyak 251 hewan ternak yang terpapar, baru dua ekor sapi yang dinyatakan positif PMK. Sedangkan hewan ternak lain masih kategori suspek.
“Untuk memastikan ternak itu positif PMK harus dilakukan swab. Satu kali swab itu menghabiskan biaya sebesar Rp 750 ribu. Maka daripada digunakan untuk swab itu, lebih baik anggarannya digunakan untuk menangani secara intens hewan yang terpapar,” pungkasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Syamsuri |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi