KEDIRI, Suaraindonesia.co.id- Kebijakan lima hari sekolah bagi pelajar di Kota Kediri, menuai pro dan kontra. Ada yang setuju dengan penerapan sekolah sehari penuh atau full day itu, tapi sebagian juga menolak karena dianggap memberatkan siswa.
"Kasian anak-anak. Hak mereka sebagai anak akan terampas.Selain itu, yang biasa sore sekolah TPQ akan terganggu. Anak-anak akan terasa capek dan tidak mau lagi mengaji. Terus mau dibawa kemana masa depan anak-anak kita," ucap Decky, Ketua Gerakan Pemuda Ka'bah Kota Kediri.
Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Pendidikan Kota Kediri Diah Astuti mengungkapkan, kebijakan lima hari sekolah bukan berarti siswa harus belajar di dalam kelas terus menerus.
Menurutnya, ada beragam aktivitas belajar yang dilakukan dengan bimbingan dan pembinaan guru. Misalnya mengaji, pramuka, serta palang merah remaja. Juga kegiatan yang mendukung pencapaian tujuan pendidikan. Seperti belajar budaya bangsa di museum atau sanggar seni budaya, juga menghadirkan mental sportif dengan olahraga.
"Diharapkan, aktivitas belajar peserta didik tidak membosankan, karena dilakukan secara tatap muka di kelas saja. Namun dapat lebih menyenangkan karena melalui beragam metode belajar yang dikelola guru dan sekolah," ungkapnya, Rabu (20/9/2023).
Lebih Lanjut Diah mengungkapkan, lima hari sekolah bertujuan untuk menguatkan karakter peserta didik melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Di antaranya kegiatan pengayaan mata pelajaran, pembimbingan seni dan budaya.
Selain itu, pengembangan potensi, minat, bakat, serta kepribadian siswa juga dapat didorong melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler.
"Penerapan lima hari sekolah akan sangat beragam di setiap satuan pendidikan. Pengaturan jadwal, serta teknis pelaksanaan menjadi kewenangan sekolah yang lebih mengetahui situasi dan kondisi masing-masing," tambahnya.
Pengoptimalan sumber-sumber belajar, kata dia, diperlukan dalam penerapan penguatan pendidikan karakter tersebut. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Phepen |
Editor | : Wildan Muklishah |
Komentar & Reaksi