SUARA INDONESIA

Delapan Miliar Tak Dibayar, Puluhan Supplier Kayu Sengon di Bondowoso Geruduk Pabrik Triplek

Gito Wahyudi - 21 September 2020 | 13:09 - Dibaca 5.82k kali
Peristiwa Daerah Delapan Miliar Tak Dibayar, Puluhan Supplier Kayu Sengon di Bondowoso Geruduk Pabrik Triplek
Puluhan Supplier dan Karyawanya saat melakukan aksi di depan perusahaan teriplek Bondowoso Indah Karya Plywood, Senin (21/9/2020) (FOTO: Bahrullah/Suaraindonesia)

BONDOWOSO- Puluhan Supplier kayu sengon pabrik triplek Bondowoso Indah Karya Plywood milik BUMN melakukan aksi unjuk rasa di Jalan Purbakala Desa Pekauman, Kecamatan Grujugan, Kabupaten Bondowoso.

Mereka menuntut pembayaran hutang perusahaan 8 miliar pada Supplier yang sampai saat ini belum dibayar.

Aksi itu sudah dilakukan yang kedua kalinya oleh para Supplier bersama karyawannya dengan tuntutan yang sama. Dari tuntutan yang pertama perusahaan hanya membayar sebesar 1,9 miliar. Namun sisanya kurang lebih sebesar 8 Miliar sekian dan sampai saat ini belum dibayarkan.

Nanang Sampurno, Koordinator Supplier yang melakukan aksi mengatakan, bahwa aksi tersebut untuk menuntut pembayaran hutang perusahaan yang dijanjikan akan dilunasi sebesar 30 persen di bulan agustus kemarin.

" Dari nilai yang dijanjikan 30 persen akan dibayar, sampai saat ini belum ada yang dibayar perusahaan," kata Nanang Sampurno kepada sejumlah awak media saat aksi, Senin (21/9/2020).

Nanang menyampaikan, kedatangannya dari jauh bersama teman-teman supplier beserta karyawannya melakukan aksi hanya untuk menagih hak-haknya kepada pihak perusahaan yang tidak kunjung terbayarkan.

Bersama rekannya yang lain, Nanang mengaku telah dibohongi oleh pihak perusahaan. Padahal dalam perjanjiannya pihak perusahaan akan melunasi hutangnya selama kurang lebih dua minggu setelah barang diterima dari supplier. Namun, kenyataanya hutang tersebut sudah hampir satu tahun belum dibayarkan oleh pihak perusahaan semejak kayunya dimasukan ke perusahaan.

" Padahal barang jadinya sudah habis, sementara di dalam isi kontrak perjanjian setelah barang dimasukan ke perusahan itu, kemudian dua minggu akan dibayarkan kepada supplier. Tapi faktanya tidak ada," ungkapnya.

Nanang mengatakan, tunggakan pokok yang belum dibayar oleh perusahaan sekitar kurang lebih 8 miliar pada Supplier. Padahal sesuai perjanjian yang ditandatangani oleh notaris setelah dua minggu akan dibayar, tapi sampai saat ini pun dengan janji kompensasi perusahaan itu belum juga diberikan.

Dia mengancam, jika hutang tersebut tidak dibayar, maka akan menempuh jalur hukum yang berlaku.

Menurutnya, karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan milik negara, maka pihak direksi apabila tidak bisa menyelesaikan hutang tersebut, langkah selanjutkan akan mengadu ke Kementerian BUMN.

" Jaka pihak direksi PT Indah Karya Plywood tidak bisa menyelesaikan masalah maka pihak supplier akan mengadukan ke kementerian BUMN," tutupnya.
Massa aksi saat berada di depan pabrik triplek PT Bondowoso Indah Karya Plywood Desa Pekauman, Kecamatan Grujugan, Bondowoso (foto Bahrullah/Suaraindonesia.co.id)

Sementara itu, Guskaryadi Arief, Asisten Direktur PT. Indah Karya Plywood mengakui adanya tunggakan tersebut.

Pihaknya meminta waktu kepada para supplier untuk menyelesaikan pembayaran.

" Kita minta pengertian mereka. Kita kan mitra sejak sama-sama masih kecil. Tolong dimengerti lah," katanya.

Menurutnya, pembayaran uang kontrak tersebut mengalami beberapa kendala. Sejak Oktober 2019 hingga Januari 2020, beban operasional perusahaan meningkat seiring naiknya upah karyawan. Sedangkan nilai ekspor plywood harganya turun. Ditambah biaya perawatan mesin dan adanya Covid-19. 

" Sehingga ini tidak balance untuk mengembalikan pembayaran," ujarnya.

Selama 2020, volume produksi perusahaan menurun. Dalam sebulan seharusnya produksi 2000 kubik, namun hanya 30 persen. Sehingga hal ini membuat pendapatan perusahaan BUMN tersebut berkurang.

Meski begitu, pihaknya tetap berkomitmen untuk membayar tunggakan tersebut meski dengan cara dicicil.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Gito Wahyudi
Editor :

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya