TRENGGALEK - Proses pengumuman ganti rugi lahan masyarakat terdampak proyek strategis nasional pembangunan bendungan Bagong di anggap tidak transparan.
Hal itu disampaikan Haris Yudianto selaku kuasa hukum warga dua Desa yakni Desa Sumurup dan Sengon yang terdampak proyek pembangunan bendungan Bagong tepatnya di Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
Saat dikonfirmasi awak media usai sidang, Haris mengatakan bahwa untuk saksi dan bukti yang didatangkan oleh pihak termohon yakni Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) jelas pihaknya keberatan.
"Kami jelas keberatan karena saksi dari termohon masih memiliki ikatan gaji dengan termohon sendiri," tegasnya, Kamis (1/10/2020).
Haris juga menjelaskan, permasalahannya tidak hanya itu saja, bahwa dalam proses pengumuman yang disampaikan ke masyarakat tidak terperinci.
Haris juga mencontohkan, seperti yang terjadi terhadap saudara Gimin. Ia (gimin) ini memiliki tiga rumah, namun pemilik rumah dan anak-anaknya tidak diberi tahu bahwa mendapatkan ganti rugi berapa nilainya secara rinci.
"Seharusnya besaran nilai ganti rugi itu harus transparan dan dibuka rinciannya," ucapnya.
Namun, menurut Haris pihaknya telah meminta kepada KJP untuk menunjukkan rincian tersebut, alhasil KJP mengatakan prinsiapnya terserah panitia.
Setelah panitia diminta rincian, panitia malah tidak mau menyerahkan dengan alasan tidak boleh sesuai pengumuman yang disampaikan oleh KJPP.
Padahal persoalan yang paling mengemuka adalah hasil dari ganti rugi lahan ini tidak sesuai bahkan tidak dapat untuk membeli lahan kembali.
"Ini sudah tidak benar, tidak ada kode etiknya, jadi menurut kami ini yang bermasalah ada di panitianya," lugasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Imam Hairon |
Editor | : |
Komentar & Reaksi