BONDOWOSO- Adanya peletakan kotak amal Gerakan Bondowoso Bersedekah, baik di kantor Sekretariat Daerah, di beberapa kantor Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dan di beberapa kantor kecamatan, menjadi program dinilai kontroversial saat ini yang terjadi di tubuh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso, sehingga menjadi sorotan publik, tak lupa pula oleh komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bondowoso.
Direktur Eksekutif LSM Jack Center, Agus Sugiarto, yang juga ikut angkat bicara menanggapi soal program Gerakan Bondowoso Bersedekah yang disampaikan kepada Suaraindonesia.co.id, Minggu (3/1/2021).
Agus Sugiarto, mengatakan, bahwa soal kotak Amal Gerakan Bondowoso Bersedekah, Pemerintah Daerah (Pemda) harus paham betul terhadap aturan mainnya. karena, ini menyangkut kebijakan daerah, maka payung hukumnya harus jelas.
"Walau bagaimanapun semua konsep atau program yang masuk dalam sistem pemerintahan di daerah atau kabupaten, itu paling tidak ada Peraturan Daerah (Perda) atau diperdakan dan setelah itu diperbupkan," teranganya.
Nah, tetapi kemudian, kata Agus, melihat dari perkembangan tersebut, justru DPRD Bondowoso sendiri juga mempertanyakan tentang adanya program itu, seperti yang telah disampaikan oleh komisi II, maka itu menandakan Pemkab Bondowoso tidak ada koordinasi dengan pihak DPRD. Padahal ini menyangkut kebijakan daerah, terkecuali program itu di luar kebijakan daerah, seperti badan amil, nah itu itu sangat berbeda.
Menurut Agus, seharusnya Bupati dan Wabup Bondowoso berkonsultasi terlebih dahulu pada BPK terkait kegiatan atau rencana kegiatan Gerakan Bondowoso Bersedekah melalui kotak amal sebagai pelaksana teknis.
"Apakah itu boleh atau tidak jika Pemerintah Daerah (Pemda) yang menyelenggarakannya," tuturnya.
Agus juga berpendapat, seharusnya Bupati, Wakil Bupati, dan juga DPRD Bondowoso berkonsultasi terlebih dahulu kepada pihak Aparat Penegak Hukum (APH), baik KPK, Kejaksaan Negeri, atau pihak Kepolisian sebelum membuat program tersebut.
"Jadi persoalannya kotak amal yang ditempatkan di beberapa kantor Organisasi Perangkat Daerah (OPD) itu kan sumbernya dari Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka diminta atau tidak, itu kan harus memasukan kedalam kotak amal, sebagai wujud untuk mengisi Gerakan Bondowoso Bersedekah, agar persoalan-persoalan semacam ini di kemudian hari tidak menjadi bagian dari gratifikasi nantinya," cetusnya.
Lebih lanjut, Agus menuturkan, persoalannya bukan masalah nominal yang diberikan, akan tetap aliran dana yang bersumber dari ASN itu diperuntukan untuk apa, dan besarannya berapa ?, Sedangkan definisi dari gratifikasi itu sendiri adalah dana yang mengalir dari pihak ASN maupun dari Aparatur Negara.
Kotak amal Gerakan Bondowoso Bersedekah, kata Agus, ini Output dan Inputnya bagaimana, dan peruntukannya untuk apa ?.
"Ada 4 yang wajib kami pertanyakan. Pertama, soal payung hukumnya. Kedua, apakah sudah konsultasi pada BPK RI berkaitan dengan kebijakan daerah terkait program tersebut. Ketiga, apakah juga sudah berkonsultasi dengan KPK atau APH berkaitan dengan sah tidaknya ASN itu memberikan sedekah ke kotak amal tersebut yang kemudian berjumlah besar pada intinya, jadi apakah program tersebut berkaitan dengan Gratifikasi atau tidak ?. Keempat, tentang Output- Inputnya terkait program Gerakan Bondowoso Bersedekah, apa peruntukannya, untuk apa?," ujarnya.
Menurut Direktur Eksekutif LSM Jack Center itu, Perbup nomor 42 a 2019 tentang gerakan tanggap dan peduli masyarakat miskin itu secara teknis bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 16 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pengumpulan dan Penggunaan Sumbangan Masyarakat bagi Penanganan Fakir Miskin.
"Kami memperhatikan bahwa bupati dan wakilnya tidak menghayati pasal demi pasal di Peraturan Pemerintah tersebut, khususnya pasal 8 PP 16 tahun 2015 itu," ujarnya.
Lebih lanjut, dia menambahkan, bahwa Secara teknis hasil pengumpulan dan penggunaan dana sumbangan masyarakat itu wajib mengikuti mekanisme perihal penatausahaan dan pengelolaan keuangan daerah, karena Perbup 42 huruf a tahun 2019 nyata-nyata dilaksanakan, maka nomenklaturnya harus jelas.
Katanya, apalagi ada kalimat Tape Manis dalam Perbup itu, maka segala sesuatunya yang ada di Perbup itu harus mendasar, baik dari sisi hukumnya.
Pihaknya menilai, bahwa Perbup Tape Manis Bondowoso bersedekah itu terlalu buru-buru, bahkan terkesan dipaksakan, yang jelas kebijakan bupati itu secara teknis tidak benar, contoh sederhananya saja yaitu tidak ada OPD yang ditunjuk sebagai pelaksana teknis untuk mengelola anggaran hasil sumbangan tersebut.
Terus terang saja, pihaknya mengaku juga tidak paham konsep Tape Manis tersebut, muro-muro kemudian dibawa ke dalam sistem Pemerintahan Bondowoso.
Pihaknya meminta kepada DPRD Bondowoso untuk segera melakukan pemanggilan guna klarifikasi perihal Gerakan Bondowoso Bersedekah tersebut, sebab diakui atau tidak, DPRD juga merupakan bagian unsur pemerintahan.
"Sekali kami minta pada DPRD Bondowoso jangan hanya jadi penonton dan komentator yang santun ketika melihat ada indikasi penyalahgunaan wewenang di tubuh eksekutif, sebab kurang pahamnya dalam menjalankan roda pemerintahan itu sama halnya memalukan," pungkasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Bahrullah |
Editor | : |
Komentar & Reaksi