SUARA INDONESIA

Antara Larangan Mudik Lebaran dan Pembukaan Wisata, Wabup Tuban: Saya Juga Bingung

M. Efendi - 13 April 2021 | 16:04 - Dibaca 2.46k kali
Peristiwa Daerah Antara Larangan Mudik Lebaran dan Pembukaan Wisata, Wabup Tuban: Saya Juga Bingung
Wakil Bupati Tuban, Noor Nahar Hussein saat ditemui di Kantor Pemkab Tuban, (Diah/suaraindonesia.co.id)

TUBAN - Kebijakan pemerintah Indonesia melarang mudik lebaran sedangkan pariwisata dibuka. Kabar itu disampaikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Sandiaga Uno usai bertemu Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI Muhadjir Effendy.

Dalam kebijakan tersebut, Wakil Bupati Kabupaten Tuban merasa bingung dengan larangan mudik namun pariwisata dibuka. Selasa, (13/04/2021).

Wakil Bupati Kabupaten Tuban Noor Nahar Hussein mengungkapkan kebijakan tersebut bukan kewenangan Pemkab Tuban. Dan dirinya juga mengaku bingung dan menjadi pertanyaan bagi Wabup sendiri. 

"Saya juga bingung itu, misalnya wisata ke rumah saya gitu kan boleh saja, tapi kalau wisatanya ke Malang gitu ya bingung juga kan?," ungkap Noor Nahar Hussein saat ditemui di kantor Pemda Tuban.

Orang nomor dua di Tuban ini juga mengatakan jika kebijakan tersebut batasannya tidak jelas. Mudik lebaran dilarang, wisata di buka jika orang beralasan mau wisata sedangkan pada tujuannya ialah mudik.

"Tentu hal ini bukan menjadi pertanyaan anda juga, tentu hal ini menjadi pertanyaan buat saya," ungkap Wabup dua periode ini. 

Sementara itu, Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Tuban, Suwanto menjelaskan arus mudik yang dilarang sedangkan tempat wisata dibuk ini jika dilihat secara sekilas sepertinya kontradiktif.

"Tapi perlu disadari bahwa wisata saat ini menjadi tulang punggung ekonomi di Indonesia. Saat Pandemi para pelaku usaha dibidang pariwisata mengalami keterpurukan," ucap Suwanto saat ditemui di Perumahan Karang Indah Tuban.

Lanjut, jadi ada 13 jenis usaha pariwisata yang diperkenankan buka. Kalau usaha pariwisata seperti restoran atau rumah makan, hotel, pijat. Sedangkan untuk destinasi wisata dengan kapasitas terbuka seperti pantai tingkat kunjungan 50%, wisata dengan kapasitas tertutup seperti wisata makam ziarah, pertemuan di hotel tingkat kunjungan hanya 30% saja.

"Tentu ini menjadi tantangan juga buat kita. Selain dari gugus Covid-19 kita juga membentuk tim untuk monitoring, semua pelaku usaha pariwisata tetap memakai aturan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) secara rinci dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes)," tambahnya.

Suwanto juga menceritakan tentang pengalaman dari gugus Covid-19 setelah ada libur panjang angka persebaran Covid-19 kian menurun. Yang menjadi kekhawatiran itu kan ketika orang-orang mudik kekampung halaman, padahal masyarakat di desa yang kita lihat angka persebaran Covid-19 sangat minim, sedangkan jika orang-orang dari kota datang ke desa maka angka persebaran ini akan meluas ditingkat yang paling kecil yaitu di desa.

"Sedangkan mereka yang di desa ini adalah sentra penghasil pangan untuk kita. Meski orang yang mudik ini tidak sakit tapi mereka berpotensi carrier yang kemudian menulari di pedesaan," ungkapnya.

Wanto sapaan akrabnya berterimakasih dengan dibukanya pariwisata. Selain meningkatkan pertumbuhan ekonomi diibaratkan wisata ini menjadi kontrol rem dan gas. Gasnya ialah wisata buka, remnya tetap dengan prokes.

"Dan dari kebijakan ini kami dari pemerintah mendukung dengan kebijakan tersebut," tutupnya. (Diah/Nang). 

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : M. Efendi
Editor : Nanang Habibi

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya