BONDOWOSO - Perangkat Desa di Kabupaten Bondowoso sudah 6 bulan tidak bisa menggunakan BPJS, sebab Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) tidak menganggarkan.
Hal itu terjadi juga merupakan bentuk kelalaian kinerja Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bondowoso yang mempunya fungsi kontrol terhadap eksekutif.
"Ini merupakan sebuah kelalaian kita dari sisi perencanaan dan penganggaran," kata Ady Kriesna, Ketua Komisi IV DPRD Bondowoso usai melakukan rapat koordinasi dengan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) di ruang komisi IV, Senin (21/6/2021).
Lebih lanjut, Kriesna beralasan, penganggaran tidak dilaksanakan, karena diakibatkan adanya perubahan mekanisme yang perlu menyesuaikan secara cepat.
Dia juga berdalih penganggaran itu tidak dilakukan karena tahun ini menggunakan Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) yang memakan energi sangat luar biasa.
"Bukan hanya soal ini, banyak hal-hal lain juga terbengkalai," imbuhnya.
Dia mengatakan, saat ini akan fokus untuk mencari solusi dan persoalan yang sudah terjadi akan menjadi bahan perbaikan untuk di masa yang akan datang.
Kriesna mengakui, jika pemerintah juga kurang sigap dalam menghadapi perubahan regulasi. Hingga anggaran iuran BPJS bagi perangkat desa luput dalam APBD awal.
"Dulu pada 2020 jaminan kesehatan untuk perangkat desa 5 persen masuk ADD. Tahun ini 1 persen di ADD dan 4 persen Pemda. Sedangkan di Pemda ada peralihan dari Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) ke Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD)," ucapnya.
Pihaknya, tengah mencari solusi agar nanti pembiayaan yang dikeluarkan dari kantong pribadi diganti oleh pemerintah.
"Total alokasi untuk iuran kesehatan sekitar Rp 3 miliar 91 juta sekian," tutupnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bondowoso Haeriyah Yuliati mengatakan, tunggakan terhadap BPJS kesehatan untuk premier perangkat desa mencapai Rp 900 juta. Ini merupakan tunggakan sejak Januari hingga Juni 2021.
Tunggakan tersebut untuk perangkat desa yang ada di 190 desa. Karena, dari total 209 desa yang ada, 19 diantaranya telah melakukan penggantian pembayaran.
Karena memang sebelumnya, diakui Haeriyah, pihaknya telah menyampaikan kepada desa bahwa akan ada keterlambatan pembayaran. Sehingga, dihimbau yang mungkin bisa premiernya dibayarkan oleh pemerintah desa dahulu.
"Memang itu namanya sekedar solusi, dalam artian itu imbauan. Bisa jadi ada desa yang melaksanakan, ada yang tidak melaksanakan," pungkasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Bahrullah |
Editor | : Nanang Habibi |
Komentar & Reaksi