SUARA INDONESIA

PH Kiai Fahim di Jember Ajukan Pra Peradilan, Nilai Kejanggalan Kinerja Polisi

Muhamad Hatta - 20 January 2023 | 19:01 - Dibaca 1.46k kali
Peristiwa Daerah PH Kiai Fahim di Jember Ajukan Pra Peradilan, Nilai Kejanggalan Kinerja Polisi
Kiai Fahim saat digelandang di Mapolres Jember

JEMBER - Menilai kinerja Unit PPA Polres Krim Jember kikuk mengusut kasus dugaan pencabulan yang dilakukan oleh pengasuh Ponpes Al Djaliel 2 Jember Muhammad Fahim Mawardi. Penasehat Hukum (PH) Kiai Fahim mengajukan Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jember, Jumat (20/1/2023).

Penyerahan Praperadilan dilakukan oleh Tim PH Kiai Fahim, Edi Firman dan Nurul Jamal Habaib. 

Menurut Edi, langkah pengajuan Praperadilan dilakukan untuk mengungkap kinerja penyidik ​​Polres Jember yang dinilai janggal. 

“Dari awal, Gus Fahim ini (diperiksa), polisi itu dalam melakukan penyelidikan dan mendatangi Ponpes. Untuk mengambil sesuatu apa, dan itupun tidak ada surat izin dari pengadilan negeri setempat. Seharusnya pada saat melakukan atau penggeledahan harus membawa surat perintah tugas, dan izin dari pengadilan setempat. Dalam hal ini tidak ada, dan itu pun tidak ditunjukkan,” kata Edi saat dikonfirmasi sejumlah wartawan di PN Jember.

Dalam proses penggeledahan rumah, kata Edi, terkait pengambilan barang bukti. Tidak ada berita acara apapun.

“Setelah mengacak rumah sana, apa yang diambil kita tidak tahu. Karena tidak ada berita acara, apa turunan itu diberikan kepada tuan rumah atau penghuni rumah yang bersangkutan. Sehingga apa yang dilakukan penggeledahan itu adalah tidak sah. Itu bertentangan dengan hukum acara. Sebagaimana pasal 33 disitu disebutkan KUHP. Itu harus ada surat perintah dan izin dari pengadilan negeri setempat. Baru bisa melakukan,” katanya.

Sehingga terkait langkah polisi yang dilakukan, dianggap tidak sah. “Itupun secara otomatis cacat hukum. Itu yang menjadi dasar. Sehingga dengan adanya itulah kita melakukan pra peradilan,” tegasnya.

Kemudian saat dilakukan penetapan tersangka, lanjutnya, upaya polisi dalam proses penyidikan juga dinilai tidak benar.

“Terus di dalam penetapan tersangka juga, disitu sesuai 184 itu ada alat bukti permulaan, setidak-tidaknya ada 2 alat bukti. Nah di sini alat bukti yang mana? Juga dalam objek ini merupakan materi, kami sampaikan saja setelah kami menelaah berita acara pemeriksaan tersangka. Di situ yang menjadi objek pelecehan itu adalah Anisa. Padahal Anisa sendiri dia tidak pernah menyatakan dilecehkan. Lucunya lagi yang melaporkan ini orang lain, yaitu mantan istrinya Gus Fahim. Seharusnya yang melaporkan kan Anisa atau orangtuanya,” ulasnya.

Tidak hanya soal penyelidikan dari awal yang dinilai tidak benar, terkait upaya pengamanan Kiai Fahim dari rumahnya. Juga dinilai oleh PH terlalu berlebihan.

“Polisi sampai mengerahkan 45 personel, untuk penangkapan, penahanan, dan itupun dalam hal ini pada saat penyelidikan, hanya dipanggil sekali tanggal 13 Januari 2023, dan tanggal 16 (dini hari). Gus Fahim ditetapkan menjadi tersangka. Disitu langsung setelah diperiksa sekaligus dia ditangkap disana. Kata ditangkap ini gimana? Dia sudah datang menyerahkan secara soal itu. dan ditangkap, terus dijebloskan ditahan,” ujarnya.

Terkait proses penerbitan Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), lanjut Edi, juga dinilai aneh.

“Lucu sekali, sampai ada tiga. Diantaranya (terbit) tanggal 6, 13, dan 16 Januari 2023. Kalau dengan bahasa hukum itu dualisme. Lah yang mana pertanyaan kritis kita yang mana menjadi dasar demi kepastian hukum. Padahal dengan adanya SPDP itu, tersangka ini bisa mempersiapkan diri dalam pembelaan,” tukasnya.

“Dengan hal ini kami sangat menyayangkan, kami menilai ada keraguan dari polisi (soal penyidikan). Sampai 3 kali. Ada 6 item yang kami jadikan dasar, semoga kami mendapatkan hakim yang benar-benar mendapatkan integritas yang mempunyai keilmuan yang tinggi dan rasa keadilan itu. Tanpa berpihak, Insyaallah kita dimenangkan,” sambungnya.

Menanggapi langkah pengajuan Pra Peradilan yang dilakukan PH Kiai Fahim itu. Kapolres Jember AKBP Hery Purnomo mempersilahkan untuk diambil langkah apapun.

“Sidang praperadilan adalah hak semua orang yang berhadapan dengan hukum. Tolong, kami tidak membatasi orang untuk melakukan pra-sidang. Yang jelas tentu kita akan menghadapi segala bentuk penentangan, termasuk tahap praperadilan," kata Hery.

“Nanti ada panggilan, kita tunggu. Dari pengadilan dari praperadilan," tambahnya tegas.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Muhamad Hatta
Editor : Lutfi Hidayat

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya