SUARA INDONESIA

Soal Polemik Status Tanah, Komisi A DPRD Jombang Panggil Pemdes Tapen

Gono Dwi Santoso - 08 November 2024 | 07:11 - Dibaca 566 kali
Advertorial Soal Polemik Status Tanah, Komisi A DPRD Jombang Panggil Pemdes Tapen
Suasana Hearing Komisi A DPRD Jombang terkait polemik lahan di Desa Tapen, Kecamatan Kudu di gedung DPRD Jombang, Kamis (7/11/2024). (Foto: Gono/Suara Indonesia)

SUARA INDONESIA, JOMBANG - Komisi A DPRD Jombang kembali menggelar hearing terkait polemik lahan di Desa Tapen, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang, Kamis (7/11/2024). Dalam rapat dengar pendapat (RDP) tersebut, menghadirkan pihak pemerintah desa setempat.

"Hearing hari ini merupakan lanjutan dari agenda sebelumnya, terkait polemik lahan di Desa Tapen. Hasilnya ternyata tidak sesuai seperti yang diharapkan," ujar Ketua Komisi A Totok Hadi Riswanto.

Adapun hasil hearing yang dilakukan yakni setelah mendengarkan pemaparan dari pemdes ternyata sudah ada sertifikat hak milik. Termasuk, bukti pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB). 

"Saat pemaparan tadi, Pemdes sudah menunjukkan putusan pengadilan, serta SHM. Selain itu, bukti pembayaran PBB yang dilakukan oleh pemdes selama ini," lanjut Ketua Komisi A DPRD Jombang ini.

Diakui Totok, melihat data-data yang ada. Seharusnya memang Pemdes Tapen tidak perlu untuk memberi paparan panjang lebar. Karena melalui dokumen yang ditunjukkan, sudah cukup menunjukkan keabsahan. 

"Tadi memang seharusnya Pemdes tidak perlu untuk memberikan penjelasan panjang lebar. Karena dokumen yang ditunjukkan, sudah cukup memberikan bukti terkait keabsahan lahan," katanya.

Ditanya lebih jauh perihal permintaan hearing oleh 9 warga, Komisi A memastikan akan mengundang kembali mereka untuk memberikan hasil pertemuan dengan pihak Pemerintah Desa Tapen.

"Karena hearing ini digelar atas permintaan 9 warga, kami bakal kembali mengundang mereka. Untuk waktunya, kami jadwalkan kembali," ungkap Totok. 

Sementara itu, Kepala Desa Tapen, Bahrul Ulum mengaku setelah pertemuan ini, pihaknya akan menggelar komunikasi dengan 9 warganya.

"Kendati kami (Pemdes) sudah memiliki legalitas jelas, kami tetap akan melakukan komunikasi dengan warga. Jangan sampai kami dianggap mengabaikan kaum minoritas," kata Ulum usai hearing.

Disampaikannya, bahwa SHM lahan yang kini sudah berdiri bangunan permanen, terbit pada tahun 2017 silam. Saat itu, bersamaan dengan adanya program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL).

"Jadi selain lahan yang saat ini telah berdiri bangunan permanen, ada beberapa asset desa lain yang juga kami daftarkan sertifikat. Kalaupun ada keinginan sejumlah warga untuk memiliki hak atas lahan tersebut, sudah pasti tidak bisa," pungkas Ulum. (Adv)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Gono Dwi Santoso
Editor : Satria Galih Saputra

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya