SUARA INDONESIA, TRENGGALEK - Markup atau penggelembungan anggaran menjadi sorotan Komisi II DPRD Trenggalek dalam pelaksanaan evaluasi rancangan kegiatan APBD tahun 2025.
Hal itu dikarenakan adanya penurunan dana transfer dari pemerintah pusat. Atas alasan itu, Komisi II mengimbau efisiensi seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA).
"Penyusunan harus menyesuaikan dengan situasi anggaran yang berkurang dan dilarang Markup atau penggelembungan," tegas Mugianto, Ketua Komisi II DPRD Trenggalek, Rabu 13 November 2024.
Mugianto juga menyampaikan pentingnya efisiensi dalam menyikapi penurunan dana transfer pusat yang mencapai lebih dari Rp 20 miliar.
Ia meminta OPD mitra Komisi II untuk memprioritaskan kebutuhan yang benar-benar mendesak dan menghindari pengeluaran tidak penting.
“Kami mengimbau agar OPD menyusun RKA seefisien mungkin, tidak boleh mengada-ngada. Hal-hal yang tidak mendesak atau penting tidak perlu dianggarkan,” ujar Mugianto.
Menurut Mugianto, pihaknya saat ini tidak melakukan pemangkasan langsung dalam anggaran, tetapi memberikan peringatan kepada OPD untuk melakukan efisiensi seoptimal mungkin.
Mugianto menekankan agar OPD membuat RKA sesuai kebutuhan, bukan berdasarkan keinginan. Karena ini merupakan langkah awal agar rencana kegiatan tidak memberatkan anggaran, terutama di tengah penurunan transfer dana pusat.
"Kritikan Markup anggaran di beberapa OPD ini karena ditemukan ada ketimpangan anggaran yang ditemukan di sejumlah dinas," ungkapnya.
Mugianto mencontohkan, bahwa ada perbedaan signifikan dalam perencanaan antara dinas kelautan dan OPD lainnya, di mana anggaran dinas kelautan lebih kecil dan proporsional dibanding OPD lain.
“Misalnya, anggaran untuk pemeliharaan kantor atau kegiatan rutin, seharusnya bisa lebih efisien. Kenapa harus dianggarkan lebih besar?” sindir Mugianto.
Ia juga menegaskan bahwa Komisi II tidak melarang OPD membuat program, tetapi meminta agar perencanaan anggaran dibuat secara wajar dan transparan.
Komisi II DPRD Trenggalek berharap OPD lebih selektif dalam menyusun program, fokus pada efisiensi, dan menghindari pemborosan, terutama di tengah keterbatasan dana saat ini.
“Boleh saja membuat program, tapi jangan sampai kebutuhan Rp1 juta dianggarkan Rp 50 juta. Itu kan sudah mengada-ngada,” tutupnya. (ADV)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Rudi Yuni |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi