SUARA INDONESIA

Nasib Petani Kopi Dampit, Masih Terikat Tengkulak

Gito Wahyudi - 23 September 2020 | 12:09 - Dibaca 3.05k kali
Ekbis Nasib Petani Kopi Dampit, Masih Terikat Tengkulak
Petani Kopi Kabupaten Malang.

KABUPATEN MALANG - Hari Pertanian Nasional setiap tahun diperingati pada 24 September yang jatuh pada  yang akan datang.

Meski telah 75 tahun merdeka, namun potret kehidupan petani hingga kini masih kurang beruntung. Namun semangat mereka untuk mandiri layak mendapatkan sokongan dan atensi.

"Kami prihatin dengan nasib petani kopi disini. Panen kopi cuma sekali setahun. Tapi kebutuhan hidup mereka tiap hari. Untuk bertahan hidup mereka ini kadang sampai harus meminjam uang kepada tengkulak dengan bunga tinggi," tandas Heri, Ketua Koperasi Kopi Sridonoretno Dampit, Kabupaten Malang, Rabu (23/09/2020).

Heri menjelaskan, dalam setahun petani kopi hanya bisa panen satu kali. Namun pada sisi lain, petani membutuhkan uang untuk pemenuhan kebutuhan hidup setiap hari. 

"Jadi banyak petani yang terpaksa harus pinjam uang ke tengkulak untuk biaya hidup sampai mencapai 3% bunganya. Sehingga Kita tidak bisa untuk olah hasil panen dengan baik apalagi untuk menyimpan hasil panen," terang Heri. 

Sosialisasi KUR

Sebagai alternatif solusi pemenuhan finansial guna memenuhi kebutuhan ekonomi dan tanam kopi, pihaknya mensosialisasikan dan memperkenalkan petani pada dunia perbankan.

Dalam hal ini adalah pengenalan petani kopi kepada berbagai penawaran kredit lunak bunga ringan agar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga usaha pertanian kopi. 

"Yang sedang Kita lakukan sekarang adalah memperkenalkan petani ke perbankan untuk ikut KUR atau pinjaman dengan bunga lunak untuk menjawab kebutuhan hidup, pupuk, dan keperluan lainya. Supaya kopinya bisa diproses menjadi premium dan hasil panen bisa kita pasarkan secara bersama-sama, sehingga mempunyai posisi tawar. Harapan ke depan koperasi bisa memenuhi tugas dan tanggung jawab seperti itu," jelas Heri. 

Meningkatkan Harga Kopi

Heri mengatakan, pihaknya melakukan usaha upgrade pengolahan kopi dengan melakukan proses tambahan agar semakin berkualitas dan harga meningkat.

"Pemrosesan lanjutan semisal dijadikan premium, kopi bisa harganya lebih tinggi. Kalau harga kopi polosan asalan ketika sudah di greed bisa mencapai kenaikan 15%\kg. Greenbean atau ose dari harga Rp. 22 ribu jadi Rp 35-37 ribu. Kalau kopi premium bisa mencapai Rp 40-50 ribu/kg ose, bisa mencapai Rp 80 ribu/kg kalau dijual berbentuk bubuk," jelas Heri.

Terikat Tengkulak

Heri mengungkapkan mayoritas petani masih menjual polosan atau asalan. Karena masih banyak petani yang terikat dengan tengkulak dan masih lemahnya petani dalam berinovasi.

Heri menuturkan, untuk koperasi sendiri masih belum maksimal dalam masalah keuntungan. Tetapi masih dalam tahap penguatan kelembagaan, advokasi dan konseling terhadap anggota untuk terus berinovasi. Mulai dari budidaya, pasca panen, penjaminan mutu sampai penataan pemasaran bersama.

"Harapan tentu saja kami bangun. Kami ingin menjadi wadah baik itu dalam hal kebutuhan atau pun pemasaran bersama untuk mewujudkan kesejahteraan bagi anggota dan petani secara umum yang mau berinovasi.

Karena tidak mungkin Kita hanya berharap harga bagus sesuai harapan kalau petani kopi hanya diam tanpa berbuat," urai Heri mengakhiri. (Had)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Gito Wahyudi
Editor :

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya