BONDOWOSO - Perengus. Himpunan bau ratusan domba jantan dan betina diabaikan pemuda berkaos hijau itu. Kedua tangannya mencengkeram erat tumpukan rumput.
Diangkat, digelimpangkan, lalu diratakan pada wadah pakan bambu di sebuah hutan Mahoni Afrika Dusun/Desa Sumbersalak, Kecamatan Curahdami, Kabupaten Bondowoso, Sabtu (14/8/2021) sore.
Domba-domba berlari saling desak menyambut santapan rutin keduanya di hari itu. Jarum jam menunjuk angka 3, beberapa menit dari Muazin mengumandangkan azan ashar.
Pria berkumis tipis ini mengenakan topi dengan tali menggantung di bawah leher bertuliskan 'Silvopastura'.
Raut mukanya tampak semringah melihat para domba lahap menyantap, mengisi penuh perutnya.
Di lahan hutan seluas 6 hektare dan pekarangan milik masyarakat seluas 2,5 hektare itu, Bripka Hefry bersama puluhan warga Desa Sumbersalak, Kecamatan Curahdami, Kabupaten Bondowoso merajut asa di tengah pandemi.
Jabatannya selaku anggota kepolisian tak menyurutkan niatnya membantu warga tempat ia tinggal. Justru, ia bersama warga Sumbersalak menyulap lahan hutan di lereng Argopuro menjadi lahan lebih produktif dengan dijadikan kandang umbaran bagi 400 domba yang ia dan kelompoknya pelihara.
"Awalnya, saya beternak belasan domba tahun 2013. Lalu pada tahun 2019, saya mengajak warga lain untuk mendirikan kelompok yang diberi nama Kelompok Tani Madani," ungkap anggota Polsek Taman Krocok, Polres Bondowoso tersebut kepada tim suaraindonesia.co.id, Sabtu (14/8/2021) sore.
Di sebuah gazebo itu, Bripka Hefry semangat mengenang kisah perjuangan mereka. Dari awalnya memanfaatkan lahan sewa dari warga hingga saat ini seluas 2,5 hektare, sampai usaha peternakan itu bisa disambut kerjasama dengan Perum Perhutani KPH Bondowoso.
"Dulu hanya puluhan ekor domba saat pertama bentuk kelompok. Alhamdulillah, berkat kegigihan kawan-kawan, sekarang kami mengelola 400 ekor domba dan 30 ekor sapi dengan modal pribadi dari para anggota kelompok," sebut pemuda 36 tahun tersebut.
Hefry dikenal warga sekitar dengan sebutan Pak Bhabin. Oleh karenanya, kelompok taninya memberi nama peternakan domba itu 'Pak Babin Asyik Farm'.
"Sebelum jadi anggota Polsek Taman Krocok, saya memang menjabat sebagai Bhabinkamtibmas Desa Sumbersalak," ungkap pria kelahiran Malang 1985 ini.
Pada 19 Juni 2021, kelompoknya meneken perjanjian kerjasama (PKS) dengan Perum Perhutani KPH Bondowoso dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat.
"Kami mendapatkan kesempatan mengelola hutan sebagai lokasi ternak domba. Kami membuat program dari hulu ke hilir dengan 4 kategori usaha," ucapnya.
Ada 8 kandang yang telah dibangun dengan fungsinya masing-masing. Kandang karantina diperuntukkan bagi domba sakit sekaligus titik transit domba baru, serta domba yang akan dijual.
"Kemudian ada kandang kawin yang khusus diisi domba siap kawin. Komposisinya 1 jantan berbanding 15 betina. Tiap 5 bulan pasca kawin, indukan domba melahirkan," beber Hefry.
Nah, setelah melahirkan, anak domba yang berusia 1 jam beserta induknya dipindah ke kandang laktasi. Sesuai namanya, kandang ini tempat induk menyusui anak-anaknya.
"Ketika anak domba berusia 2,5 bulan, saatnya dipanen dan dijual. Ini untuk program breeding atau pengembangbiakan," tuturnya.
Ada pula program fatening atau penggemukan. Domba usia 4-7 bulan dirawat dan dijual saat usia 6-9 bulan untuk diambil dagingnya.
"Sedangkan program usaha trading adalah jual beli domba khusus untuk keperluan aqiqah, kurban, dan lainnya," sebut bapak 2 anak ini.
Yang terakhir adalah milking, yaitu program usaha penjualan susu kambing peranakan etawa dan sanen asal Australia yang disebut kambing Safera.
"Program milking ini lahannya di Jember. Karena SDM di sini belum mampu untuk mengelolanya," kata suami dari bidan desa Sumbersalak ini.
Usaha peternakan itu lalu mendapatkan dukungan dari Perum Perhutani KPH Bondowoso. Hefry dkk memanfaatkan hutan 6 hektare yang dikelola Perhutani KPH Bondowoso.
"Dari total 400 domba, sekarang ada 300 ekor domba yang dikerjasamakan dengan Perhutani untuk program breeding, sedangkan 100 ekor tidak masuk," akunya.
Sebanyak 21 orang di kelompok tani di sana bahu membahu mengelola usaha bersama itu. Supaya lebih sistematis, dibuatlah 3 divisi kerja yaitu divisi pakan, perawatan dan keamanan.
"Setiap hari ada 6 orang yang bekerja sesuai divisi masing-masing dengan jadwal kerja teratur. Jadi ada yang bagian ngarit (merumput), merawat, dan jaga kandang malam harinya (waker)," paparnya.
Anggota kelompok tersebut diuntungkan. Sebab, saban bulan mendapatkan gaji. Pekerja junior yang bagian ngarit saja, diupah Rp 600 ribu per bulan. Sedangkan lainnya diupah Rp 1 juta dan Rp 1,5 juta per bulan. Angka lumayan bagi penduduk yang hidup di wilayah pegunungan.
"Selain gaji bulanan, kami membelikan 21 anggota masing-masing 1 motor untuk operasional. Tapi STNK dan BPKB saya yang pegang selaku ketua kelompok," ucapnya.
Hefry menerangkan sistem bagi hasil peternakan breeding yang dikerjasamakan. Penjualan satu anakan domba antara Rp 750 ribu - Rp 1 juta per ekor. Setiap bulan, ada puluhan anakan domba yang dihasilkan.
"Misal harga jual domba per ekor Rp 1 juta, kami bayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sebesar Rp 100 ribu per ekor. Jadi Rp 900 ribu itu yang sharing hasil. Perhutani dapat 10 persen, LMDH dapat 10 persen dan kelompok dapat 80 persen," beber Bripka Hefry.
Dalam setahun, kelompok tani ini menarget bisa menghasilkan omzet penjualan Rp 400 juta dengan keuntungan bersih Rp 200 juta. Dengan kata lain, tiap semester atau per panen meraup untung bersih Rp 100 juta.
Sementara ini, pihaknya baru mengelola 1 hektare dari 6 hektare yang dikelola Perhutani. Tahun depan, rencana akan pengembangan usaha.
"Kami berharap usaha rintisan ini terus berjalan dan bisa mengelola 1.000 domba di total lahan 8,5 hektar, baik lahan Perhutani maupun lahan milik warga," tegasnya.
Mengenai pasar, Hefry tidak pusing. Sebab, sejak merintis usaha pribadi tahun 2013, ia sudah bekerjasama dengan mitra peternakan besar di 3 titik yang berbeda.
"Diambil sama mitra dari Tegalampel, Curahdami di Kabupaten Bondowoso dan Mumbulsari di Kabupaten Jember. Sementara ini, peternakan domba yang dikelola di lahan Perhutani ini adalah yang terluas se-Jawa Timur," sebut Hefry.
Perputaran uang yang sudah digelontorkan seluruh anggota sudah mencapai Rp 1,2 miliar, tanpa sentuhan bantuan modal dari pihak luar.
"Kami harap program Silvopastura (kombinasi pengelolaan hutan dan peternakan) ini langgeng dan memberi solusi di tengah masa sulit Pandemi Covid-19," harap Hefry.
Latif, anggota Kelompok Tani Madani bersyukur dengan program usaha peternakan yang dirintis bersama itu.
"Sebelumnya saya cuma kerja ngarit untuk ternak saya dan berkebun. Di sini saya dapat tambahan penghasilan dengan gaji bulanan," ungkap pria 45 tahun tersebut.
Ia mendapatkan gaji Rp 1,5 juta per bulan dan sebuah motor untuk operasional sehari-hari.
"Sebulan, saya hanya bekerja 15 hari. Sebab kerjanya selang seling. Sehari kerja, besok libur, besoknya kerja, lalu libur lagi, dan seterusnya," ungkapnya.
Adm Perhutani KPH Bondowoso Andi Adrian Hidayat sebelumnya pernah menyebut tentang program kerjasama Perhutani dengan masyarakat.
"Kerjasama Perhutani tidak hanya dengan pemerintah, melainkan juga dengan masyarakat dengan lembaga-lembaganya. Tentu sesuai koridor yang benar," ucapnya.
Selain melakukan perjanjian kerjasama (PKS) dengan sistem Silvopastura, Perhutani juga bekerjasama melalui Perhutanan Sosial (PS).
Program itu dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) yang melibatkan LMDH.
"Perhutani selaku pengelola kawasan hutan juga berpartisipasi mendorong peningkatan ekonomi masyarakat desa dan hutan," ucap pria asal Bone, Sulawesi Selatan ini.
Kerjasama apik yang dibangun masyarakat dan Perhutani, bukan tidak mungkin menjadi solusi bagi warga pelosok di masa kritis pandemi.
Peran serta pejabat bisa menyentuh hingga ke lapisan teknis terbawah. Bripka Hefry si 'Polisi Domba' membuktikannya. (rul/amj)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Bahrullah |
Editor | : Bahrullah |
Komentar & Reaksi