TRENGGALEK, Suaraindonesia.co.id - Komisi IV DPRD Trenggalek kembali gelar rapat kerja bersama organisasi perangkat daerah (OPD) membahas rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun 2022.
Dengan mengundang Dinas Kesehatan (Dinkes), Direktur RSUD dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora), komisi IV dalam kesempatannya mengulas dan melakukan evaluasi beberapa catatan penting atas beberapa temuan.
"Secara global evaluasi hari ini sesuai apa yang telah disampaikan dalam pandangan umum fraksi beberapa waktu lalu," ungkap Sukarodin selaku Ketua Komisi IV DPRD Trenggalek usai rapat, Selasa (04/07/2023).
Disampaikan Sukarodin, Dinkes satu persatu mengevaluasi tentang pemberian makanan tambahan (PMT) untuk balita dan ibu hamil.
"Dimana semestinya seperti tahun lalu dianggarkan sebesar Rp. 1 miliar, namun tahun ini hanya di anggarkan Rp. 100 juta saja," ujar Sukarodin.
Klarifikasi Dinkes memprediksi bahwa akan ada anggaran dari DAK pada APBD perubahan sebesar Rp. 5 miliar, sehingga diharapkan juknis segera turun di bulan februari sehingga langsung bisa dieksekusi. Namun kenyataannya juknis mundur dan belum bisa di eksekusi.
"Jadi tambahan makanan ini belum bisa tertangani karena berharap sesuai yang belum bisa di pastikan, bahkan persiapan anggaran hanya sedikit," katanya.
Dengan adanya masalah tersebut, Sukarodin mengkhawatirkan stunting akan kembali naik, karena anggaran itu akan digunakan untuk anak gizi buruk dan ibu hamil yang berpotensi gizi buruk.
"Dari pengalaman itu, sebaiknya di antisipasi, jika memang dari pusat dapat anggaran sharing namun anggaran di daerah juga harus disediakan," ujarnya.
Disamping itu, juga memperihatinkan temuan BPK pembangunan RS panggul tahun 2018, dimana itu merupakan bangunan pertama yang bermasalah pada ada klaim terhadap rekanan. Dan ada klaim besar namun belum dibayarkan oleh rekanan hingga saat ini.
"Sampai detik ini masih nunggak dan belum lunas sehingga tetap ada temuan tagihan, bahkan telah ada peringatan, secara administrasi kesalahan ada pada rekanan," terang Sukarodin.
Adapun permasalahan lain ada pada perbedaan data tentang orang meninggal, dimana masih ada orang meninggal yang dimintai iuran BPJS.
"Terkait masalah ini dikarenakan masyarakat enggan melaporkan bahwa keluarganya meninggal," tuturnya.
Dia menegaskan, dengan tidak dilaporkan, maka ada tagihan. Dan hal ini perlu duduk bersama antara dinas terkait.
"Sebenarnya ada solusi dan seharusnya di Dinas Kesehatan dimana jika ada orang meninggal otomatis harus dihentikan dan untuk dinas pendidikan ada silpa DAK fisik pada SD dan SMP juga pada pendidikan paling bawah sekitar Rp. 10 miliar," bebernya.
Sukarodin menyebut, hal itu terdapat masalah yakni tidak dapat di eksekusi karena status tanah sekolah.
"Maka anggaran Rp. 10 miliar ini kembali ke pusat bukan ke daerah. Untuk RSUD ada maslaah pengadaan obat dan alkes sekitar Rp. 5 miliar mestinya pada saat APBD berikutnya di anggarkan untuk di pakai," tandasnya.
Hasil klarifikasi pihak RSUD menyatakan ada SILPA Rp. 5 miliar itu akan dipakai belanja di tahun berikutnya. Dengan bahasa di PAK akan dianggarkan kembali.
"Secara benar sudah konsultasi ke Bakeuda tidak masalah. Namun seharusnya tidak boleh, mestinya APBD 2023 tetap sesuai kebutuhan, solusinya kalau tidak ada uang dijadikan silpa untuk di gunakan pada perubahan anggaran," pungkasnya. (Adv)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Rudi Yuni |
Editor | : Satria Galih Saputra |
Komentar & Reaksi