TUBAN - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Kabupaten Tuban, mencatat denda pelanggaran protokol kesehatan mencapai Rp 151,3 juta. Angka tersebut dihitung dari tahun 2020 hingga 26 Juli 2021.
Adapun rincian denda pada tahun 2020 dengan jumlah Rp 75.074.000, dan pada tahun 2021 sejumlah 76.250.000.
"Total keseluruhan sejumlah Rp 151.324.000. Untuk jumlah pelanggar jumlah ada ribuan, saya belum sempat menghitung," ujar Kepala Seksi Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan (Kasi Binwaslu) Satpol-PP Tuban, Saiful Anam kepada suaraindonesia.co.id saat ditemui di kantornya, Selasa (27/7/2021).
Anam menyebut uang denda dari pelanggar protokol kesehatan yang dibayarkan melalui Kejaksaan Tuban nantinya juga akan diserahkan kepada Satpol-PP Tuban. Selanjutnya jumlah uang yang yang terkumpul akan disetorkan ke kas daerah.
"Dari hasil operasi yustisi yang dibayarkan ke Kejaksaan, akan direkap dan diserahkan ke Satpol-PP. Kami nanti yang akan membayarkan ke kas daerah," jelasnya.
Menurutnya, tren pelanggar protokol kesehatan dari tahun 2020 hingga 2021 masih didominasi perorangan yang rata-rata anak muda.
"Pelanggar memang kebanyakan anak muda yang nongkrong tengah malam di cafe dan abai soal protokol kesehatan," imbuhnya.
Namun ironis, dibalik uang yang terkumpul ratusan juta itu. Terdapat cerita masyarakat yang harus rela uang untuk membeli susu anaknya dialihkan untuk membayar denda sebesar Rp 50 ribu.
Siti (30) warga Desa Tahulu, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban, terjaring operasi yustisi yang digelar petugas gabungan di depan Kantor Balai Desa Mandirejo, Kecamatan Merakurak.
"Tadi sebenarnya pakai masker, tapi kecantol jarum mas. Jadi barusan saya lepas di perempatan Mandirejo," jelasnya.
Dia tidak mempermasalahkan uang yang seharusnya dibuat membeli susu, dipakai untuk membayar denda akibat terjaring operasi yustisi.
"Tadi didenda 50 ribu, saya tidak masalah karena saya mau cepat pulang. Dirumah juga banyak pekerjaan," pungkasnya. (Irq).
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : M. Efendi |
Editor | : Nanang Habibi |
Komentar & Reaksi