BONDOWOSO - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Berdikari melaporkan sejumlah pejabat penyelenggara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso ke Kejaksaan Negeri (Kejari).
Laporan itu terkait potensi korupsi penggunaan dana hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2021.
Para pejabat diduga kuat telah merekayasa penggunaan APBD 2021 untuk belanja hibah sebesar Rp.137.205.528.275,00 dengan realisasi anggaran sebesar Rp.130.514.844.220,00, belanja Bantuan Sosial sebesar Rp.47.042.114.650,00 dan realisasi sebesar Rp35.217.459.036.
Penggunaan anggaran tersebut ada potensi penyimpangan dalam proses penggunaan anggaran dana hibah dan bantuan sosial, sebagaimana hasil pemeriksaan secara uji petik yang dilakukan oleh BPK terhadap penganggaran, penyaluran, dan pertanggungjawaban.
Hal itu sebagaimana diterangkan Wakil Ketua LSM Berdikari Bondowoso, Mohammad Sodiq paska menyerahkan laporan ke Kejari Bondowoso, Rabu (12/10/2022).
Lebih lanjut, Mohammad Sodiq mengatakan, pejabat dilaporkan itu diduga kuat telah melakukan tindak pidana korupsi APBD tahun anggaran 2021.
“Dugaan korupsi itu berdasarkan hasil resume pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atas laporan penggunaan keuangan yang bersumber dari APBD Bondowoso tahun 2021,” ujarnya.
Dia menerangkan, laporan itu karena adanya temuan pelanggaran oleh BPK, berupa penyaluran hibah kepada penerima yang diberikan secara terus menerus setiap tahun.
Menurutnya, pelanggaran itu bertentangan dengan Peraturan Bupati Bondowoso Nomor 45 tahun 2019 tentang tata cara Penganggaran, Pelaksanaan, Penatausahaan, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban, juga monitoring dan evaluasi hibah dan bantuan sosial.
"Sebagaimana bunyi aturan pada pasal 4, ayat (4) pemberian hibah tidak terus menerus dilakukan setiap tahun. Karena hal itu juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 77 tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah," ujarnya.
Dia memaparkan, terdapat Rp.11.009.500.000,00 realisasi belanja hibah kepada penerima yang dilakukan secara terus menerus setiap tahun anggaran antara lain :
Pertama, 151 lembaga pondok pesantren sebesar Rp.830.500.000.
Kedua, 174 lembaga pondok pesantren (TK dan RA) sebesar Rp. 261.000.000.
Ketiga, 5.842 guru ngaji sebesar Rp8.763.000.000,
Keempat, 210 guru sekolah minggu sebesar Rp.210.000.000,00.
Kelima 350 mahasiswa sebesar Rp.945.000.000.
“Sedangkan penyaluran bantuan sosial yang juga diberikan secara terus menerus sebesar Rp2.074.000.000, kepada 1.010 masjid sebesar Rp2.020.000.000,00 dan 27 tempat ibadah lain sebesar Rp54.000.000,”ungkapnya.
Selain itu, lanjut Dia, dalam realisasi belanja hibah dan belanja bantuan sosial tersebut belum seluruhnya pertanggungjawaban dilengkapi dengan usulan dari calon penerima dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dan pakta integritas untuk penerima hibah dan laporan penggunaan dana untuk penerima hibah berupa uang.
Menurutnya, pemeriksaan secara uji petik yang dilakukan oleh BPK menunjukan bahwa terdapat 6.196 penerima hibah sebesar Rp.10.544.469.120,00 yang dokumen pengajuan atau pertanggungjawaban yang disampaikan tidak lengkap dengan rekapitulasi.
Sedangkan, masih kata dia, pada pertanggungjawaban belanja bantuan sosial menunjukkan terdapat 784 penerima belanja sosial sebesar Rp.372.225.000,00 yang dokumen pengajuan atau pertanggungjawaban yang disampaikan tidak lengkap dengan rekapitulasi.
“Kami menengarai, ada potensi rekayasa dan konspirasi yang dilakukan oleh Pemkab Bondowoso dalam belanja tersebut. Hal itu dibuktikan adanya penyaluran belanja hibah pada bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah yang menunjukkan terdapat realisasi belanja hibah yang tidak termasuk dalam kriteria penerima, karena penerimanya adalah perorangan, yaitu belanja hibah guru ngaji sebesar Rp.8.763.000.000,00 belanja guru minggu sebesar Rp210.000.000,00 dan pemberian beasiswa dengan nilai hibah sebesar Rp.945.000.000,00,”tambahnya.
Oleh karena itu, bagi pejabat Negara yang menyalahgunakan kewenangan sehingga berdampak pada kerugian Negara dapat dipidana.
“Sebagaimana bunyi pasal 3, Undang undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” pungkasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Bahrullah |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi