Sejarah Malam Satu Suro, Sudah Dimulai Sejak Masa Raja Sultan Agung Hanyokrokusumo
Redaksi
- 27 July 2022 | 16:07 - Dibaca 2.85k kali
Sejarah
Tradisi Tapa Bisu Mubeng Beteng pada Malam Satu Suro (Foto: Semberani Jogja, Pinterest)
JEMBER- Malam Satu Suro telah dimulai sejak tanggal 8 Juli 1633 pada masa kepemimpinan Sultan Agung Hanyokrokusumo yang menjadi Raja Mataram saat itu.
Pada masa itu di tahun 1628 - 1629 Kerajaan Mataram mengalami kekalahan dalam penyerbuan di Batavia. Hal tersebutlah yang kemudian membuat Raja Sultan Agung berinisiatif untuk menyatukan rakyatnya yang berbeda-beda keyakinan.
Hal tersebut juga telah melalui berbagai pertimbangan dari bermacam aspek, mulai dari politik, pragmatis hingga sosial.
Adapun cara yang dipakai ialah memadukan sistem penanggalan yakni dengan menggabungkan kalender Sakka yang digunakan umat Hindu dan kalender Hijriah milik umat Islam.
Dari situlah muncul kalender Jawa yang memiliki siklus delapan tahun atau sewindu. Imbas dari penggunaan siklus tersebut membuat tanggal satu Suro di tahun ke- 8 akan lebih lambat satu hari dari satu Muharram. Dan untuk perhitungan harinya terbagi menjadi dua, yakni tujuh dan lima hari.
Selanjutnya perayaan malam satu Suro biasanya dilakukan setelah Magrib, hal tersebut dikarenakan pergantian hari dalam kalender Jawa dimulai setelah terbenamnya matahari bukan pada malam hari.
Dikutip dari tirto.id, perayaan Malam Satu Suro berbeda-beda sesuai dengan kepercayaan dan persepsi masing-masing daerah dalam memaknai momen tersebut. Sebagian ada yang melakukan kirab atau iring-iringan dan ada juga yang menjalaninya dengan Tapa Bisu atau mengunci mulut saat ritual berlangsung.
Hingga saat ini, perayaan Malam Satu Suro masih dilakukan oleh masyatakat Jawa sebagai bagian dari kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa, hingga berlanjut sampai pada generasi berikutnya. (Ree)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta |
: Redaksi |
Editor |
: Imam Hairon |
Komentar & Reaksi