SUARA INDONESIA, BONTANG - Anggota DPRD Kota Bontang Rustam, menyuarakan kebingungannya terkait implem entasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang telah berlaku efektif sejak 2017. Undang-undang ini, yang memperluas kewenangan provinsi di sektor kelautan dari jarak 4-12 mil menjadi 0-12 mil, membawa dampak signifikan terhadap pengelolaan potensi wisata bahari di Kota Bontang.
Politisi dari Partai Golkar ini menjelaskan, bahwa salah satu implikasi dari perubahan kebijakan ini adalah kesulitan Kota Bontang dalam mengembangkan potensi wisata baharinya. "Kami kesulitan untuk menganggarkan pengembangan wisata pantai di Kota Bontang seperti Malahing dan Pantai Beras Basah," ungkapnya dengan nada kecewa di Gedung DPRD Kota Bontang, Senin (2/9/2024) kemarin.
Diketahui, di bawah peraturan lama dulu, pengelolaan dan pengawasan laut diatur lebih jelas. Kewenangan untuk laut 0-4 mil berada di kabupaten/kota, 4-12 mil dikelola oleh provinsi, dan di atas 12 mil berada di bawah kendali pemerintah pusat. Namun, dengan berlakunya kebijakan baru ini, kewenangan kabupaten/kota otomatis terhapus, menyebabkan banyak daerah, termasuk Bontang, kehilangan kemampuan untuk mengelola sumber daya lautnya secara mandiri.
"Dinas Kelautan dihapuskan, sekarang yang tersisa hanya Dinas Perikanan," jelas Rustam.
Lebih lanjut, Rustam menyoroti bahwa kebijakan ini juga tidak didukung dengan anggaran yang memadai, sehingga membuat provinsi kesulitan menjalankan tugas pengawasan dan pengelolaan yang lebih luas. "Tanpa dukungan anggaran yang memadai, bagaimana kita bisa efektif dalam menjalankan pengawasan dan pengembangan potensi wisata kita?," ujarnya.
Ia mencontohkan Kampung Wisata Malahing di Kelurahan Tanjung Laut Indah, Kecamatan Bontang Selatan. Kampung ini telah berkembang menjadi destinasi wisata unggulan di Kalimantan Timur dan bahkan masuk dalam 75 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023, yang diadakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
"Namun, dengan kewenangan yang sekarang dipegang oleh provinsi, pengembangan lebih lanjut dari kawasan ini menjadi lebih rumit dan terhambat," kata Rustam.
Tidak jauh dari situ, Pulau Beras Basah menjadi contoh lain dari potensi wisata yang belum tergarap maksimal. Pulau ini dikenal dengan keindahan pasir putihnya dan aktivitas snorkeling serta menyelam yang menarik wisatawan untuk melihat terumbu karang warna-warni dan berbagai jenis ikan hias.
Jarak Pulau Beras Basah dari Kota Bontang sekitar 12 kilometer, yang dapat ditempuh dalam 45 menit menggunakan kapal ketinting dari Pelabuhan Tanjung Laut Bontang.
"Pemkot Bontang sudah melakukan upaya pelestarian, seperti menanam koral cangkokan di sekitar Pulau Beras Basah. Namun, dengan adanya perubahan kewenangan ini, kita khawatir potensi ini tidak bisa dikembangkan lebih lanjut," tutur Rustam.
Rustam berharap pemerintah pusat bisa segera mengevaluasi kebijakan ini dan memberikan solusi yang lebih berpihak pada daerah. Menurutnya, perlu ada sinergi antara pusat dan daerah untuk memastikan pengelolaan laut dan pengembangan wisata bahari dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan.
"Potensi wisata kita sangat besar, dan itu perlu dikelola dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat lokal. Jangan sampai kebijakan ini justru membatasi kemampuan kita untuk memajukan daerah," pungkasnya.
Dengan segala kekhawatiran dan tantangan yang ada, Kota Bontang dan daerah lain yang terdampak kebijakan ini berharap adanya perhatian dan dukungan lebih dari pemerintah pusat untuk menjaga serta mengembangkan potensi wisata dan sumber daya laut yang mereka miliki. (Adv)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Mohamad Alawi |
Editor | : Satria Galih Saputra |
Komentar & Reaksi