SUARA INDONESIA, SITUBONDO - Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Situbondo di tahun 2024 mendapat kucuran anggaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebesar Rp 1,3 miliar. Anggaran tersebut rencananya akan digunakan untuk beberapa kegiatan.
"Dari jumlah tersebut, nantinya akan digunakan untuk beberapa kegiatan. Yakni bimbingan teknis (bimtek) pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM pada industri hasil tembakau kecil dan menengah, serta kegiatan untuk mengikutsertakan petani tembakau ke pameran-pameran regional, nasional maupun internasional," jelas Edy Wiyono, Kepala Diskoperindag Situbondo, Jumat (11/10/2024).
Kata Edi Wiyono, untuk kegiatannya kemungkinan akan dimulai sejak 30 Oktober hingga 2 November 2024. Sedangkan kegiatan bimteknya akan dilaksanakan pada pekan keempat November 2024.
"Jadi dengan adanya kegiatan bimtek ini, diharapkan industri hasil tembakau kecil dan menengah di Kabupaten Situbondo mampu memproduksi rokok secara legal, supaya peredaran rokok ilegal yang saat ini masih marak dapat ditekan semaksimal mungkin," ucapnya.
Lebih jauh, Edi menjelaskan, sebenarnya pihaknya sudah merencanakan pembentukan kegiatan pengelolaan dan pengembangan Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT). Dan perencanaannya sudah dilakukan sejak 2021 lalu.
“Alhamdulillah, progresnya berjalan dengan lancar. SIHT akan dibangun di lahan seluas kurang lebih satu hingga dua hektare setelah anggarannya itu ada. Karena untuk membangun SIHT ini memerlukan anggaran yang sangat besar," terangnya.
“Tentu untuk merealisasikan pembangunan SIHT, kami akan berusaha dan mau mengajukan bantuan keuangan kepada pemerintah provinsi maupun pusat,” pungkas Edi Wiyono.
Sanksi bagi Pengedar Rokok Ilegal
Pengedar atau penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 54 berbunyi: "Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 56 berbunyi: "Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak pidana berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. (ADV)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Syamsuri |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi