SUARA INDONESIA

Pokja Judes Obral-obrol Nasib Media Massa di Tengah Gempuran Medsos

Lukman Hadi - 16 February 2023 | 20:02 - Dibaca 1.35k kali
Komunitas Pokja Judes Obral-obrol Nasib Media Massa di Tengah Gempuran Medsos
Pokja Judes Obral-obrol Nasib Media Massa di Tengah Gempuran Medsos. (Foto: Lukman Hadi/suaraindonesia.co.id)

SURABAYA - Kelompok Kerja (Pokja) Jurnalis Dewan Kota Surabaya (Judes) mengangkat topik menarik pada "Obral-Obrol" diskusi pada Kamis (16/2/2023).

Masih dalam momen Hari Pers Nasional (HPN), Pokja Judes mendiskusikan tentang "Pers Produk Jurnalistik VS Media Sosial". 

Hadir di tengah diskusi 5 (lima) narasumber di antaranya, dua Anggota DPRD Surabaya, Arif Fathoni serta Khusnul Khotimah, Jurnalis LKBN Antara, Abdul Hakim, Jurnalis Duta Masyarakat, Abdul Aziz, kemudian Wakil Sekretaris PWI Jatim, Eko Widodo.

Kelima narasumber ditantang untuk saling memberikan pendapat masing-masing terkait keberadaan media sosial yang semakin hari kian merajalela. Dalam artian, kecepatan media sosial mengalahkan media arus utama (pers).

Arif Fathoni mengutarakan pendapatnya atas fenomena media massa dengan media sosial. Ia tetap harus mengakui keberadaan pers cukup diperlukan sebagai pilar demokrasi.

"Karena demokrasi tanpa pers itu seperti makan tanpa sambal, jadi hambar. Makanya pers harus kita dukung untuk terus menjadi kontrol sosial," ujar Ketua Fraksi Golkar DPRD Surabaya itu.

Sementara keberadaan media sosial menurut Fathoni sedikit banyak akan mengganggu media massa. Khususnya perihal kecepatan informasi.

"Kecepatan menghadirkan peristiwa memang (media massa) kalah jauh dari medsos," tutur mantan Jurnalis itu.

Namun dalam persoalan akurasi, Fathoni meyakini media sosial tidak bisa mengalahkan media massa.

Tidak berbeda jauh, Khusnul Khotimah pun menyepakati media massa akan tetap unggul dalam konteks akurasi dan quality control. Hal itu yang tidak dimiliki oleh media sosial. 

"Sebagaimana kita dengar Pak Presiden (Jokowi) menyampaikan di Hari Pers Nasional, jadilah Jurnalis yang pemberitaannya itu yang bertanggung jawab. Artinya terkonfirmasi kebenarannya," papar Khusnul.

Sementara Abdul Aziz selaku praktisi media melihat fenomena informasi di media sosial dewasa ini sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat. Di sini letak lemahnya keakuratan media sosial ketimbang media massa.

"Hanya fakta yang diolah dengan metode jurnalistik layak dipercaya," sebut Jurnalis Duta Masyarakat itu.

Perwakilan PWI Jatim, Eko Widodo menerangkan, media massa dikuatkan dengan dasar hukum yang jelas, yakni Undang-Undang Pers serta kode etik jurnalistik, tidak seperti media sosial.

"Publik lebih bijak dalam menggunakan media sosial karena bisa berdampak pada perkara hukum. Pers sebagai pencerah, memiliki tugas menyampaikan informasi tanpa tendensi," pungkasnya.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Lukman Hadi
Editor : Imam Hairon

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya