Oleh : Yai MIM & ROSE
Melihat Allah itu, melihat Rasul utusan-Nya, lewat pribadi Nabi Muhammad saw putra Abdullah lahir di Makkah al Mukarramah, berbangsa dan berbahasa Arab. Artinya, berlakulah dengan mengikuti apa dan cara yang dilakukan oleh beliau Nabi Muhammad saw putra Abdullah, dalam arti sunnahnya yaitu : shidiq, amanah, tabligh dan fathonah, bukan baju, rumah, kendaraan dan hal-hal yang bersifat basyari (manusia biasa) pada umumnya. Tapi, basyari atau perilaku manusia biasa oleh Nabi Muhammad saw, sebagai Rasul utusan Allah.
Itulah, hakikat syahadatain, atau dua penglihatan ruhaniyah, bukan mata fisik jasadi.
Yang bisa kita lihat dan kita rasakan dampak dari nikmat adanya penerangan adalah sinar lampu pada bola lampu yang menyinari ruangan di sekitarnya, wujudnya cahaya. Padahal, bola lampu dan penerangannya itu, serta sinarnya tidak berfungsi apa-apa. Artinya, ia (bola lampu, sinar lampu dan seterusnya) itu, tidak bisa bersinar dan tidak bisa memberikan penerangan yang berwujud cahaya, tanpa adanya aliran strom listrik yang sampai kepadanya.
Sehari-hari kita menikmati sinar bola lampu secara kenyataan (hakikat), berwujud cahaya itu. Namun, secara keyakinan bulat (i'tiqod), sebenarnya yang kita nikmati adalah yang menyebabkan ia bisa memberikan kenikmatan dengan bersinar yang menghasilkan cahaya itu, dialah dzat sebutannya. Oleh karena, penyebab sebab yang menyebabkan semuanya itu bernama Allah, maka istilah yang digunakan untuk memberikan sebuah penjelasan, disebut "dzatullah".
Sedangkan sebab musabab yang menyebabkan kita bisa menikmati sinar cahaya lampu disebut sifat Allah, karena Allah telah berbuat, wujud diri Rasul utusan Allah, pada diri Nabi Muhammad putra Abdullah untuk dicontoh suri tauladannya oleh manusia pada umumnya.
Perbuatan Allah, wujud diri Rasul utusan-Nya itu, sebut "af'alullah".
Sedangkan perbuatan Allah, yang berwujud pada diri Nabi Muhammad saw putra Abdullah, agar mudah dicontoh suri tauladannya oleh kita, di sebut "sifatullah".
Maka "dzatullah" itu, ada dan berada
pada diri Allah sendiri (ahadiyah), "af'alullah" itu, ada pada diri Rasul utusan Allah (kholaq) dan sifatullah ada pada diri Nabi Muhammad saw putra Abdullah, agar mudah dan bisa dicontoh oleh diri manusia (wahidiyah-ja'ala).
Itulah kebersatuan eksis (tauhidul wujud) dari yang ada itu, semua berasal dan kembali ke asal (wujudullah). Sehingga, diperoleh rumusan sekedar untuk memberikan sebuah penjelasan oleh sebagian para shufi, Misal Syekh Syuhrowardi dan lain-lain, sebagai berikut : "wahdatul jami' fil wihdah, wa wihdatul wahdah fil jami'"
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Tamara F |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi