BANYUWANGI- Faktor ekonomi sangat berpengaruh pada renggangnya hubungan rumah tangga di Kabupaten Banyuwangi yang berakhir pada perceraian.
Sedikitnya lima ribu lebih wanita dalam kurun waktu sebelas bulan terakhir ini menyandang status menjadi ibu kepala rumah tangga.
Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Banyuwangi mencatat angka perceraian sejak Januari hingga November 2021 di Bumi Blambangan ini, ada sebanyak 5.330 perkara.
"Kasus perceraian didominasi permasalahan ekonomi," kata Penitera PA Banyuwangi, Subandi, Senin (13/12/2021).
Dalam perkara cerai di PA Banyuwangi, faktor ekonomi mencapai 2.787 perkara, sedangkan perselisihan dan pertengkaran terus menerus mencapai 1.924 perkara.
Subandi menjelaskan, bisa saja secara fisik pernikahan telah memenuhi syarat. Namun secara rohani kemungkinan masih belum.
"Diantaranya karena belum bekerja, belum memenuhi penghasilan tetap. Itu jadi persoalan," ucapnya.
Rata-rata setiap bulan PA Banyuwangi melayani persidangan cerai baik yang diajukan istri atau suami berkisar di 127-330 pasangan.
Angka perceraian di Banyuwangi ini tergolong tinggi. Oleh karenanya, Pengadilan Agama berharap ada penyuluhan hukum ke masyarakat.
"Harapan kami harus ada penyuluhan hukum kepada masyarakat di Banyuwangi. Menyertakan stakeholder kompeten, yang menangani masalah (perceraian) itu," pungkasnya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Muhammad Nurul Yaqin |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi