SUARA INDONESIA

Penderitaan Nelayan di Banyuwangi: Harga BBM Naik, Hasil Tidak Menentu

Muhammad Nurul Yaqin - 10 September 2022 | 11:09 - Dibaca 1.16k kali
Peristiwa Daerah Penderitaan Nelayan di Banyuwangi: Harga BBM Naik, Hasil Tidak Menentu
Nelayan Muncar, Banyuwangi, sedang menyandarkan perahunya. (Dok. suaraindonesia.co.id/Muhammad Nurul Yaqin).

BANYUWANGI - Imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), menambah penderitaan bagi nelayan di Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur.

Di tengah sulitnya mendapatkan ikan tangkapan, mahalnya harga BBM membuat ongkos operasional mereka membengkak berkali-kali lipat. Bahkan ada sebagian nelayan yang memilih enggan melaut.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Cabang Banyuwangi, Hasan Basri bercerita, dalam beberapa dekade terakhir sumber daya ikan di Muncar menipis karena ekosistem yang rusak.

Nelayan, kata Hasan, yang biasanya hanya menempuh jarak 1 mil sudah mendapatkan ikan, namun dalam dekade terakhir sudah sulit. Terpaksa mereka harus menempuh jarak 5 mil baru bisa mendapatkan ikan.

"Saat ini sekali berangkat perahu 5 ribu GT kebawah itu butuh 45 liter. Dulu 1 mil sudah dapat ikan saat ini lebih sulit dan harus menempuh jarak yang lebih jauh. Itu sudah terasa sejak 2010," katanya.

Di satu sisi, lanjut Hasan, meski sudah menempuh jarak yang cukup jauh hasil tangkapan nelayan juga tidak menentu. Kadang cukup banyak kadang juga tak memperoleh hasil sama sekali.

"Kadang pulang dapat ikan dijual cuma laku paling Rp 500 ribu. Itu belum dipotong solar dan biaya untuk makan dan lain-lain. Hasilnya sangat nipis," ujarnya.

Oleh sebab itu, di tengah kondisi ketidakstabilan hasil tangkapan yang dialami nelayan, kebijakan pemerintah menaikkan BBM, bagi Hasan hanya akan menambah deretan penderitaan nelayan. 

"Naik seribu rupiah saja sudah terasa bagi nelayan. Lah ini hampir dua ribu kenaikannya, ini menyengsarakan nelayan," cetusnya.

Pihaknya sangat berharap agar Pemerintah mencabut kebijakan tersebut. Agar kesejahteraan bagi masyarakat kecil seperti nelayan itu benar-benar terwujud.

"Kami minta pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan tersebut. Karena kebijakan itu sekali lagi sangat tidak mensejahterakan masyarakat kecil," tukas Hasan.

Sementara itu, seorang nelayan Mansur, mengaku enggan melaut karena tidak mampu membeli solar. Melaut di tengah mahalnya BBM solar, bagi dia, sama halnya seperti pepatah Besar Pasak daripada Tiang.

"Lebih besar operasionalnya daripada penghasilannya. Makanya saya tidak melaut," tandasnya.

Sebagai informasi pada 3 September 2022 lalu, Pemerintah resmi menaikkan harga BBM. Pertalite yang sebelumnya Rp 7.650 per liter naik menjadi Rp 10.000 per liter. Solar subsidi naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter. Pertamax dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Muhammad Nurul Yaqin
Editor : M Ainul Yaqin

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya

Featured SIN TV