SUARA INDONESIA, SUMENEP- Kasus dugaan kebocoran data pribadi di Bank Mandiri menimpa Rifki, seorang nasabah yang merasa dirugikan setelah informasi sensitifnya diduga jatuh ke tangan pihak penipu.
Kejadian ini bermula ketika Rifki mendaftar kartu kredit melalui Bank Mandiri yang mana, program tersebut terafiliasi dengan Shopee pada Februari 2024.
Meskipun aplikasi kartu kreditnya disetujui dengan limit awal Rp5 juta, proses pengiriman kartu berlangsung berlarut-larut. Hingga akhirnya, pada Maret, Rifki menerima telepon dari seseorang yang mengaku sebagai perwakilan Bank Mandiri.
"Penelepon itu menanyakan apakah kartu kredit saya sudah sampai, dan informasinya persis seperti yang disampaikan oleh staf Mandiri, jadi saya percaya saja," kata Rifki, Kamis (26/9).
Kecurigaan mulai muncul pada Mei ketika penelepon yang sama menawarkan kenaikan limit hingga Rp10 juta. Tanpa meminta kode OTP, penipu berhasil menyebutkan kode yang muncul di ponsel Rifki, membuatnya semakin bingung.
Beberapa hari kemudian, Rifki terkejut saat mendapati limit kartu kreditnya hanya tersisa Rp240 ribu. Ternyata, berdasarkan informasi dari pihak Mandiri ada transaksi pembelian ponsel di Jakarta.
Merasa menjadi korban penipuan, Rifki segera melaporkan hal ini ke pihak Bank Mandiri. Namun, menurutnya, tanggapan dari bank sangat mengecewakan.
"Mereka malah menyalahkan saya, katanya OTP sudah masuk ke ponsel saya, jadi tanggung jawab tetap dibebankan ke saya. Padahal saya tidak pernah beli ponsel di Jakarta," tegasnya.
Rifki menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mengoperasikan aplikasi Shopee secara langsung, karena dia tidak memahami hal tersebut.
Selain itu, ia juga menyoroti dugaan kebocoran data yang membuat penipu bisa mengetahui informasi kartu kredit dan detail pribadinya. Kasus ini menimbulkan kekhawatiran tentang bagaimana Bank Mandiri melindungi data nasabah.
Berdasarkan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, bank wajib menjaga kerahasiaan data pribadi nasabah dengan standar keamanan tinggi. Namun, Rifki merasa bank belum menjalankan kewajiban tersebut secara optimal.
Padahal, ia menilai perlindungan data pribadi merupakan kewajiban yang harus dilakukan di era digital, dimana informasi sensitif dapat dengan mudah disalahgunakan jika tidak dijaga dengan ketat.
"Saya kecewa sekali dengan Bank Mandiri. Data pribadi saya bocor dan saya yang malah disalahkan. Ini bukan soal uang saja, tapi soal keamanan data. Saya trauma untuk menjadi nasabah lagi di sana," ucapnya.
Sebelumnya, Rifki telah melakukan upaya pengaduan kepada salah seorang staf Bank Mandiri Sumenep.
Dari staf tersebut, Rifki mengaku dapat jawaban berupa fakta lain, bahwa terdapat beberapa korban dari kasus yang sama dengan dirinya dan masih belum ada jalan keluar dari Bank Mandiri untuk mengatasi keluhan tersebut.
"Badha keya, badha keya se ecapo' Rp 2,5 juta, anona na'-kana' teller keya, pas nasabah se eyano keya, (Ada juga, ada juga yang kena Rp 2,5 juta. Ininya anak teller juga, terus nasabah di mana sudah itu juga, red). Kata dia begitu. Saya pastikan lagi, itu korban seperti saya, dan dia bilang iya. Saya ada kok rekamannya," beber Rifki menirukan apa yang disampaikan staf tersebut.
Sementara itu, Kepala Cabang Mandiri Sumenep Opon Soepandi sama sekali tidak memberikan respon apapun, saat suaraindonesia.co.id melakukan upaya konfirmasi melalui WhatsApp pada tanggal 20 September 2024.
Saat kembali dikonfirmasi ulang pada 23 September 2024 melalui pesan WhatsApp, rupanya Kepala Cabang Mandiri Sumenep tetap tidak memberikan jawaban apapun.
Suaraindonesia.co.id kembali mencoba untuk melakukan upaya konfirmasi kepada Kepala Cabang Mandiri Sumenep Opon Soepandi, pada Kamis (26/09/2024) namun masih tetap tidak mendapatkan respon apapun.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Wildan Mukhlishah Sy |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi