GRESIK - Puluhan pedagang kaki lima (PKL) berjejeran di sepanjang jalan komplek Perumahan Gresik Kota Baru (GKB). Mereka menjual berbagai jenis jajanan takjil buka puasa.
Mulai dari sayur siap saji, makanan dan minuman. Tak ketinggalan makanan legendaris Gresik, bongko kopyor.
Sejatinya, PKL di GKB sudah ada sebelum puasa. Hanya saja, saat ini jumlahnya bertambah sampai 10 kali lipat. Bahkan, ada yang berjualan di bagasi belakang mobil.
Banyaknya PKL itu membuat kondisi lalu lintas di lokasi tersebut sedikit padat, banyak warga yang berhenti di setiap lapak pedagang.
Sayangnya, para PKL ini tidak mendapatkan lokasi yang strategis. Tidak terpusat menjadi satu lokasi. Mereka pun terpaksa harus menempati bahu jalan.
Alhasil, petugas penegak perda (Satpol PP) pun datang menghampiri. Mereka mengingatkan para PKL supaya pindah ke tempat yang lebih aman. Agar tidak menggangu pengguna jalan.
Para PKL mengaku, tingkat pembelian jajanan takjil menurun. Tidak seperti tahun-tahun lalu. Sebelum corona mewabah.
"Awal puasa ini hanya membawa 40 bungkus bongko kopyor dan bonggolan," kata Ipul, penjual bongko kopyor asal Desa Tajung Widoro, Mengare.
Dia menyebut, menjual bongko kopyor satu tahun sekali. Karena, makanan tersebut hanya di produksi pada saat bulan Ramadan saja.
"Hari ini hanya saya yang berasal dari Mengare. Pedagang yang lain libur karena yang produksi sedang berduka," imbuhnya.
Di Mengare sendiri, lanjut Ipul, sebenarnya banyak orang yang memproduksi bongko kopyor. Dirinya menmbeli dari produsen kemudiam dijual kembali.
"Satu bungkusnya saya jual Rp 8 ribu. Alhamdulillah meskipun sedikit yang penting untung," katanya.
Dia menjelaskan, secara umum bongko kopyor berisi kolang kaling, mutiara, kelapa muda, roti dan nangka selanjutnya dicampur dengan santan.
Yang berbeda adalah resep penyajian. Serta kemasan dari daun pisang. Soal rasa, tidak kalah dengan yang lain. "Soal rasa bisa dibandingkan dengan bongko kopyor yang lain," pungkasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Syaifuddin Anam |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi