JEMBER - Mekanisme penyaluran dan perekrutan beasiswa era kepemimpinan H.Hendy - Gus Firjaun dinilai berpotensi tidak tepat sasaran.
Hal itu di sampaikan oleh salah seorang Aktivis Peduli Pendidikan Lukman Hakim, Kamis (06/10/2021).
Lukman menilai, syarat utama harus masuk dalam data Program Keluarga Harapan (PKH atau Kartu Indonesia Sehat (KIS) itu terlalu kaku.
"Mengapa, karena yang belum punya kartu PKH itu kaya dan belum tentu yang mendapatkan PKH itu miskin," sergahnya, menjawab pertanyaan wartawan.
Seharusnya kata Lukman, Pemkab Jember menggandeng semua unsur, sesuai jargon Bupati Jember, Sinergi, Kolaborasi dan Akselerasi.
"Tim verifikator jangan hanya terpatok pada dinas tertentu. Libatkan semua elemen sebagai mana jargonnya," paparnya.
Lebih jauh Lukman meminta, regulasi yang dijalankan harus kembali dikaji ulang.
"Jangan sampai, mahasiswa yang benar-benar berhak mendapatkan, karena sarat terlalu kaku dia tidak mendapatkan haknya," paparnya.
Disinggung tentang aturan periode sebelumnya, Lukman menilai jauh lebih bagus dari sekarang .
"Era sebelumya, semua elemen dilibatkan, yang tidak punya PKH ada surat keterangan miskin. Bahkan, media massa juga ambil peran untuk melakukan uji publik. Sekarang bagaimana," sambungnya.
Ditanya wartawan terkait temuan tidak tepat sasaran pada kepimpinan Faida-Muqit dia mengakui.
"Ya memang ada, tapi persentasenya sangat sedikit. Jika itu dijadikan alasan untuk pengurangan, itu tidak bisa dijadikan acuan mutlak," pungkasnya.
Di tempat terpisah Sekretaris Komisi D DPRD Jember, Edy Cahyo Purnomo tidak sepakat kalau syarat utama untuk mendapatkan beasiswa itu harus dari PKH.
"Pointnya, warga asli Jember dan kondisinya miskin dan saat ini menempuh kuliah dibuktikan dengan surat keterangan desa selesai. Karena tidak semua pemegang PKH itu anaknya kuliah," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, kuota beasiswa Pemkab Jember mengalami penurunan drastis menjadi 5000 saja, dimana sebelumnya diatas 10.000 orang lebih.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Imam Hairon |
Editor | : Wildan Muklishah |
Komentar & Reaksi