JEMBER-Menghadap Kiblat merupakan salah satu syarat sah salat. Tidak ada perbedaan paham antara kamu Muslimin tentang hal tersebut.
Akan tetapi, perbedaan pemahaman antara kaum muslimin terjadi pada apa yang wajib dihadap itu. Apakah harus mengahadap Ka'bah ('ain Ka'bah) ataukah cukup dengan menghadap jihat (arah) Ka'bah?.
Dikutip dari buku Fiqih Islam karya Sulaiaman Rasjid, terdapat dua pendapat mengenai permasalahan tersebut.
Pertama, Mazhab Syafii dan orang-orang yang sepemahaman dengan mereka, berpendapat bahwa, untuk orang yang melihat Ka'bah, ia wajib benar-benar menghadap Ka'bah ('ain Ka'bah). Lalu untuk mereka yang jauh dari Ka'bah, wajib atasnya menyengaja menghadap 'ain Ka'bah, walaupun sebenarnya ia hanya menghadap ke jihat (arah) Ka'bah.
Kedua, Mazhab Hanafi, dan orang-orang yang sependapat dengan mereka, mengatakan bahwa, orang yang melihat Ka'bah dan memungkinkan menghadap 'ain Ka'bah, maka wajib menghadap Ka'bah tersebut secara sungguh-sungguh. Dan bagi mereka yang jauh maka hanya cukup menghadap ke jihat (arah) Ka'bah saja.
Masing-masing golongan mazhab ini berpendapat atas dasar Al-Qur'an surah kedua ayat 114.
"Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya," QS Al-Baqarah 144.
Selanjutnya, ada beberapa keadaan yang memperbolehkan seseorang salat tidak menghadap kiblat.
Pertama, ketika dalam keadaan sangat takut, sehingga tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat, seperti saat berada dalam peperangan, takut pada api, kebanjiran maupun binatang buas.
"Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya) maka salatlah sambil berjalan atau berkendara," QS Al-Baqarah 239.
Kedua, saat berada dalam perjalanan di atas kendaraan. Jika salat sunah maka diperbolehkan tidak menghadap kiblat kecuali saat takbiratul ihram.
"Rasulullah SAW apabila hendak salat Sunah di atas kendaraan beliau menghadap ke kiblat, lalu takbiratul Ihram, Kemudian beliau salat menghadap ke tujuan kendaraan beliau," Ht Abu Dawud.
Untuk salat fardu yang lima Rasulullah tidak salat di atas kendaraan.
"Dari Jabir Rasulullah SAW salat di atas kendaraan menuruti arah kendaraannya. Maka apabila Beliau hendak salat fardu beliau turun dari kendaraannya lantas beliau menghadap ke kiblat," HR Bukhari.
Ketigal, ketika tidak bisa mengetahui arah kiblat, seperti saat berada di hutan sedang keadaan gelap gulita.
"Dari Amir bin Rabi'ah kami bersama-sama Rasulullah SAW pada malam gelap gulita, kami tidak mengetahui di mana kiblat, kami salat menurut pendapat masing-masing. Setelah waktu Subuh kami beritahukan hal itu kepada Nabi SAW, maka ketika itu turunlah ayat, "Ke mana saja kamu menghadap maka di situlah arah yang disukai Allah," HR Ahmad dan Tirmidzi. (Ree/Will)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Wildan Mukhlishah Sy |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi