JAKARTA - Andreas Harsono dari Human Rights Watch menilai Undang-undang KUHP melanggar banyak sekali standar baku hukum hak asasi manusia internasional yang sudah diratifikasi oleh parlemen Indonesia.
Dia mencontohkan mengenai bab penodaan agama, padahal Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Convention on Civil and Political Rights/ICCPR) pada 2005. Menurut ICCPR, negara yang sudah meratifikasi konvensi tersebut harus mulai menghilangkan pasal-pasal soal penodaan agama.
Yang terjadi, lanjut Andreas, Indonesia bukan menghilangkan malah menambah pasal tentang penodaan agama dari satu pasal menjadi enam pasal. Dia mengatakan ada satu pasal baru dalam Undang-undang KUHP yang tidak ada satu pun negara di dunia yang mengadopsinya, yakni pasal tentang seseorang yang meninggalkan agama.
“Nah di Indonesia orang yang meninggalkan agama menjadi non-believer itu dihukum dua tahun penjara. Atau orang yang membuat orang lain, menganjurkan orang lain tidak beragama, itu dua tahun. Itu baru, tidak pernah ada dalam sejarah kepulauan ini,” ujar Andreas.
Andreas menyoroti pula soal hukum yang hidup di masyarakat yang sifatnya tidak tertulis, sehingga dapat ditafsirkan sebagai hukum adat atau syariat Islam.
Menurut Andreas, pasal lain yang bertentangan dengan HAM internasional adalah memperkenalkan alat kontrasepsi kepada remaja bisa dihukum penjara. Kemudian pasal yang mengurus hubungan seks antar orang walau ada pengamannya dan kumpul kebo karena ini privasi orang.
Dia menambahkan kalau setiap pasangan kumpul kebo dihukum, maka Indonesia membutuhkan sangat banyak penjara. Dia mengklaim ada jutaan pasangan di Indonesia yang hidup tanpa surat nikah resmi, seperti kawin siri atau nikah adat.
Alhasil, menurutnya, KUHP yang baru akan menurunkan derajat perlindungan HAM di Indonesia dalam waktu yang lama. Andreas menyebutkan KUHP yang baru tidak menjamin kebebasan pers, malah menciptakan suasana yang represif.
Selain persoalan yang sudah diungkapkan Andreas, koalisi masyarakat sipil menilai masih ada pasal-pasal yang bermasalah seperti soal hukuman mati, larangan penyebaran paham yang tak sesuai Pancasila, penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara, soal penghormatan pada badan peradilan, pasal soal kohabitasi yang dinilai bisa membuat korban pelecehan seksual dianggap sebagai pelaku.
Andreas Harsono mendorong supaya masyarakat sipil di Indonesia mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi agar pasal-pasal yang dinilai melanggar demokrasi dan HAM dibatalkan.
Sementara itu, di depan gedung MPR/DPR Senayan, puluhan orang dari berbagai elemen melakukan unjuk rasa. Mereka menuntut pemerintah merevisi atau membatalkan beberapa pasal yang masih bermasalah. [VOA/fw/lt]
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Tamara Festiyanti |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi