BANYUWANGI, Suaraindonesia.co.id - Kebakaran hebat melanda kawasan hutan di pegunungan Ijen, Banyuwangi. Titik api muncul mulai, Senin, 9 Oktober 2023, sore. Lalu melebar hingga mendekati jalur pendakian.
Penyebab kebakaran ini masih didalami. Dugaan sementara dipicu musim kemarau. Kobaran api mulai mengarah ke jalur pendakian ke kawah yang terkenal dengan api biru ini.
"Awalnya, terlihat kepulan asap dari arah lahan Perhutani di wilayah Cangkringan. Kemudian, merembet ke kawasan cagar alam,” kata Kepala Taman Wisata Alam Ijen, Sigit Haribowo, Selasa (10/10/2023).
Kawasan yang terbakar ini ditumbuhi alang-alang dan tumbuhan pakis. Sehingga, dengan mudah tersulut api. Lokasi kebakaran yang cukup terjal cukup menyulitkan petugas melakukan pemadaman.
"Begitu ada kepulan asap, kami terjunkan tim melakukan pemantauan. Ternyata, muncul kebakaran,” jelas Sigit.
Saat ini, dengan peralatan seadanya petugas berjibaku memadamkan api. Lokasi kebakaran yang curam menyulitkan petugas membawa mesin penyemprot air.
"Ada yang pakai mesin semprot, tapi kurang maksimal karena sulitnya medan. Pemadaman difokuskan melokalisir api agar tidak merembet ke jalur pendakian,” jelasnya lagi.
Beberapa jam melakukan pemadaman, tim gabungan dari Resort Konservasi Wilayah 18 bersama pelaku wisata Kawah Ijen berhasil menjinakkan api. Saat ini, hanya tersisa 2-3 titik api yang masih berkobar.
Meski begitu, petugas gabungan tetap siaga di lokasi. Sebab, lokasi kebakaran hanya berjarak sekitar 2 kilometer dari jalur pendakian. Luas lahan yang terbakar juga belum bisa diketahui.
"Jadi, titik api berada di aliran Banyupahit, kita lokalisir agar tidak sampai melompat ke jalur pendakian,” tegasnya.
Kebakaran di kawasan pegunungan Ijen ini menjadi fenomena rutin di musim kemarau. Sebelumnya, kebakaran melanda kawasan Merapi Ungup-ungup yang berdekatan dengan puncak Ijen.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Banyuwangi mengingatkan bahaya kebakaran akibat naiknya suhu udara. Cuaca ekstrem ini dipicu posisi semu matahari ke arah selatan ekuator.
Imbasnya, penyinaran matahari relatif lebih intens. Kondisi ini diperparah dengan rendahnya tingkat kelembaban udara. Lalu, minimnya tingkat pertumbuhan awan di siang hari. Sehingga, berpotensi memicu naiknya suhu panas.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Muhammad Nurul Yaqin |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi