SUARA INDONESIA, MAGETAN - Perajin batik Magetan di Desa Sidomukti, Kecamatan Plaosan, terancam gulung tikar. Selain banyaknya pesaing yang membuat omzet perajin turun drastis, tidak adanya pesanan dari pemerintah setempat juga disebut jadi musabab pendapat mereka terus anjlok.
Siswanti, Ketua Perajin Batik Mukti Rahayu di Desa Sidomukti mengungkapkan, penurunan omzet penjualan batik terjadi hampir tiap tahun. Dari awalnya tembus Rp 75 juta per bulan, kini hanya tinggal Rp 20 juta saja.
Kondisi ini, kata dia, diperparah lantaran selama satu dekade terakhir pemerintah kabupaten tak pernah memesan batik yang diproduksi oleh perajin di lereng Gunung Lawu sisi timur tersebut.
Padahal, Siswanti menuturkan, batik Mukti Rahayu dengan motif pring sedapur atau bambu serumpun, sudah menjadi ikon Kabupaten Magetan.
"Sudah 10 tahun lebih pemkab Magetan tidak order ke sini. Ordernya lebih memilih ke Solo, sehingga omzet kami semakin turun. Ditambah pesaing juga semakin banyak," ungkap Siswati.
Merosotnya permintaan tersebut, otomatis membuat produksi batik juga menurun. Dari sebelumnya memproduksi 600 potong dalam sebulan, kini tinggal 150 potong hingga 200 potong.
Imbasnya, banyak karyawan yang dirumahkan. Dari yang semula ada puluhan karyawan, sekarang tinggal 22 karyawan. Mereka merupakan warga sekitar yang tinggal di lingkungan desa setempat.
Para perajin pun berharap, Pemkab Magetan melakukan intervensi untuk menggairahkan kembali batik Mukti Rahayu. Salah satunya dengan memesan batik produksi perajin. Hal ini, disebutnya dapat menyelamatkan para perajin batik dari ancaman kebangkutran. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Prabasonta/Erik P |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi