SUARA INDONESIA

Miris, Insentif Lama Hilang, Guru TPQ di Kabupaten Mojokerto Memeras Keringat Sebagai Petani

Mohamad Alawi - 23 November 2022 | 16:11 - Dibaca 1.27k kali
Pendidikan Miris, Insentif Lama Hilang, Guru TPQ di Kabupaten Mojokerto Memeras Keringat Sebagai Petani
Guru TPQ (Foto: Istimewa)

Mojokerto - Bulan November, bumi Majapahit tak henti-hentinya diguyur hujan. Mendung bergelantungan diiringi kumpulan air sisa hujan semalam. Sawah di Desa Jatirowo, Dawarblandong, Mojokerto terlihat karut-marut. Ustad Ghoni,45, terlihat semangat mencangkul sawahnya. 

Ustad Ghoni adalah seorang guru Taman Pendidikan Al Quran (TPQ). Ia harus membanting tulang untuk menyambung hidup sebagai petani. 

Siang itu, sang istri membawa bekal dan mengajak makan. "Makan dulu," suruh istrinya. 

Sambil menghela nafas, ustad Ghoni mencuci tangan. Keringatnya bercucuran membasahi kaos bagian punggung. Matanya memandang pematang sawah Jatirowo. 

“Bismillahirrahmanirrahim,” ucapnya sambil meneguk air putih. Istrinya membukakan rantang berisikan nasi dan lauk kesukaannya. 

Sayur lodeh, pepes ikan pindang dan sambel terasi serasa menampar lapar dan dahaga. 

Ustad Ghoni bercerita, sebagai seorang petani banyak hal yang harus dihadapi. Mulai dari kelangkaan subsidi pupuk hingga cuaca ekstrem seperti banjir dan hama yang datang tiba-tiba mengecewakan impian dan harapan yang sudah ditanam.

“Sekarang banyak kendala, ya mau bagaimana lagi namanya juga ikhtiar. Allah yang memberikan dan membagikan rizki,” katanya di lokasi, Rabu (19/11/2022).

Usai makan, Ustad Ghoni beranjak pulang. Ia mandi dan solat duhur. 

Tak lama santrinya satu sepanjang berdatangan. Rumahnya ia gunakan tempat mengaji santri TPQ. Santrinya meluber hingga ke teras. Ruang tamu rumahnya dipadati santri putra. Sedangkan ruang tengah ditempati santri putri melantunkan ayat al Quran didepan istrinya. 

"Kami tidak punya tempat khusus anak-anak ngaji. Ya terpaksa rumah kami jadikan anak-anak mengaji," ungkap Ustad Ghoni. 

Santrinya Ustad Ghoni bagi 3 Shef. Siang dan Sore untuk santri usia SD, sedangkan malam ba'da magrib untuk santri usia SMP dan SMA. Sehari-hari istrinya mengajar santriwati. 

"Ya cuma berdua dengan istri, ada 70 an santriwan dan santriwati disini," ujarnya. 

Tidak jauh beda nasib guru TPQ di Kecamatan Dawarblandong. Ustad Solikin (35), warga Desa Bangeran, Dawarblandong, Mojokerto, seorang guru TPQ yang juga seorang petani. 

Santri Ustad Solikin lebih banyak dari pada Guru TPQ lain di Dawarblandong. Paling tidak, ada 130 santri menimba ilmu ditempatnya. Mulai tahapan SD hingga SMA. Saya tidak sendiri. Ia dibantu lima ustad di sekitar Desa Bangeran. 

Demikian juga ustad Kholid (52) warga Desa Jatirowo, Dawarblandong, Mojokerto. Sehari-hari juga berprofesi sebagai petani. Ia bersama sang istri dengan sabar menuntun satu persatu santrinya membaca al Quran. 

Di tempat lain, ustad Sholeh warga Dusun Balong, Banyulegi, Dawarblandong, Mojokerto harus mengelus dada usai sawahnya dilanda banjir. luapan Kali Lamong yang merendam puluhan hektare areal persawahan dan berjuang dengan ketinggian mencapai 80 sentimeter hingga 120 sentimeter, pada bulan Februari lalu. 

“Ya mau bagaimana lagi, kan banjir,” katanya sambil tersenyum. 

Sementara itu, Ustadz Marwan (40) koordinator pembina (koorbin) guru TPQ Dawarblandong mengatakan kebanyakan guru TPQ di wilayahnya berprofesi sebagai petani. 

"Ya, inilah kondisi TPQ di kecamatan Dawarblandong. Untuk mengcukupi kehidupan sehari-hari, mereka memeraa keringat menjadi petani," ujarnya. 

Menurutnya, guru TPQ memiliki peran sentral dalam membentuk karakter masa depan bangsa. Namun, praktis terkadang luput dari kamera dan perhatian pemerintah. Padahal mereka ada guru agama pertama yang menanamkan nilai-nilai agama dan membaca al Quran. 

“Ya, peran kita dalam membentuk karakter dan mental kadang dipandang sebelah mata,” ujarnya. 

Ketika ditanya soal perhatian pemerintah, ia menjawab, mulai 2013 sudah ada peraturan bupati (perbup) tentang insentif guru TPQ. Sejak itu guru-guru TPQ mendapat insentif sebesar 200 ribu per tahun. 

Numun, 2016 hingga 2021 insentif minimalis tersebut hilang entah kemana. 

"Dulu (2013-2016) sempat ada, namun sudah lama tidak ada dan tahun 2022 ini baru ada," tandasnya. 

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Mohamad Alawi
Editor : Imam Hairon

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya

Featured SIN TV