SUARA INDONESIA, JAKARTA - Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pusat, sampaikan permohonan maaf kepada honorer se-Indonesia.
Permohonan maaf itu, disampaikan langsung juru bicara PB PGRI Pusat dalam konferensi persnya, Jumat (17/11/2023).
"Kami atas nama Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pusat yang sah menurut Kemenkum Ham, menyampaikan permohonan maaf kepada honorer se-Indonesia karena tidak maksimal berjuang," ungkap Ilham dalam keterangannya.
Adapun yang menjadi alasan kata Ilham, karena gedung PB PGRI yang harusnya digunakan maksimal, hari ini dikunci dan digembok oleh oknum.
"Kami berjuang butuh laptop dan komputer. Butuh data honorer dari kepengurusan yang lama. Butuh ruangan untuk menjalankan program. Kalau ini dikunci bagaimana," ungkapnya dengan nada heran.
Sebagai anggota PGRI yang sah, pihaknya mengingatkan. Bahwa gedung PGRI itu adalah milik bersama.
"Gedung itu, berasal dari iuran anggota. Jadi bukan dari kelompok atau perorangan. Jadi semua anggota PGRI berhak menggunakan gedung itu," lugas Ilham.
Sementara Ketua PB PGRI Pusat Teguh Sumarno, saat dikonfirmasi lewat sambungan selulernya menanggapi santai menanggapi aksi penguncian pintu PB PGRI.
"Kami ini adalah pengurus resmi, yang sah menurut hukum. Kami memiliki data hukum yang sah menurut Undang-undang dan negara," katanya.
Bagi Teguh, pro kontra dalam dunia organisasi itu adalah dinamika dan sesuatu yang biasa.
"Setiap kebijakan pasti akan berbanding lurus dengan cara pandang yang berbeda. Nanti juga akan mengerti, bahwa versi kami ini berbadan hukum," lugasnya.
Andaipun nanti pihak atau oknum yang tidak puas tetap melakukan tindakan yang berpotensi menghambat, terhadap perjuangan PB PGRI yang baru, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum.
"Ini negara hukum, biarkan penegak hukum yang menyelesaikan. Semangat kami, akan tetap berkobar untuk memperjuangkan dan mengawal honorer sekalipun belum bisa masuk kantor," tutupnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Aditya Mulawarman |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi