SURABAYA - Persoalan pemanfaatan Cagar Budaya eks Penjara Koblen di Wilayah Bubutan sebagai pasar wisata nyatanya masih menuai pro dan kontra.
Diketahui, Pemkot Surabaya telah mengeluarkan Izin Usaha Pengelolaan Pasar Rakyat (IUP2R) Nomor 503/01.O/436.7.21/2021 tertanggal 14 Januari 2021 berbunyi peruntukannya untuk pengelolaan pasar buah.
Jika sebelumnya sikap kontra ditunjukkan oleh Komisi B DPRD Surabaya, yang menolak keberadaan pasar koblen di eks Penjara Koblen. Namun seiring berjalannya waktu, Komisi B seakan tidak lagi menyoalkan hal ini.
Sementara itu, Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Surabaya tetap menyoroti pembuatan pasar koblen di bangunan Cagar Budaya tipe C ini.
Ketua TACB Surabaya Retno Hastijanti berpendapat, jika di sana diharuskan untuk menjadi tempat pasar, namun tetap ada beberapa hal yang tidak boleh disentuh, apalagi sampai dibongkar.
"Yang kita tahu terakhir pasar temporer, bukan bangunan, seperti lapak. Yang kita kawal tak merusak zona utama atau inti," kata Retno, Minggu (25/4/2021).
"Saya sudah bertemu pemkot sudah lihat surat keterangan rencana kota," imbuhnya.
Menurut Retno, rencana akan difungsikannya pasar di eks Penjara Koblen ini sudah ada pembahasan sejak 2017 silam.
"Kita simulasikan mana yang bisa. Karena itu milik pribadi bukan milik kita. Kita ngawal pelestariannya, berkali-kali. Setahun bisa empat sampai lima kali," terangnya.
Ia menjelaskan jika dari analisis cagar kebudayaan ada dua tembok yang dibedakan masih asli dan tidak. Kemudian gardu pandang mana yang bisa diselamatkan untuk orisinalitasnya dan kayu yang bisa direplikasi karena keropos.
Ia pun mencontohkan, seperti para pedagang nantinya tak boleh menempel di tembok penjara. "Jarak minimum dua meter dan tidak seluruhnya penuh," hematnya.
Kendati begitu, tidak ada yang bisa melakukan pelarangan perihal adanya pasar di sana karena Pasar Koblen bukan milik pemerintah. "Dulu dijual departemen kehakiman bukan milik pemkot. Jadi milik pribadi," beber Retno.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Lukman Hadi |
Editor | : Nanang Habibi |
Komentar & Reaksi