TUBAN - Sudah lebih dari setahun lamanya sejak Indonesia terserang wabah virus Covid-19. Banyak sektor yang terdampak, termasuk sistem pendidikan.
Selama 1 (satu) tahun pembelajaran dilaksanakan secara daring dan tidak ada pembelajaran tatap muka. Hal ini dilakukan untuk mencegah penularan penyebaran Covid-19.
Sistem pembelajaran online dilakukan dari mulai Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) Sederajat, hingga perguruan tinggi.
Jika dicermati, sekolah daring atau online masih bisa dijangkau oleh siswa yang menduduki bangku SMP sampai perguruan tinggi. Namun berbeda dengan siswa SD. Pembelajaran sistem online yang mengharuskan siswa memiliki handphone dan tidak semua siswa memiliki handphone, bahkan ada yang tidak bisa mengoperasikan aplikasi yang digunakan untuk pembelajaran online tersebut.
Tentu bagi siswa SD akan merasakan kesulitan. Peran orang tua selalu mendampingi anaknya agar tetap mengikuti pembelajaran. Maka, secara tidak langsung orang tua sudah menjadi guru bagi anaknya. Tidak hanya siswa SD bahkan anak menginjak usia TK atau PAUD juga tetap belajar dirumah.
Dalam kasus tersebut, banyak orang tua yang mengeluhkan dengan sistem belajar dirumah. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) memberikan sebuah pengertian dan membuka konsultasi terhadap masalah-masalah anak, hal ini dalam rangka Hari Anak Nasional (HAN) tahun 2021.
Sekretaris LPA Tuban, Slamet Efendi mengatakan, situasi pandemi Covid-19 seperti ini mengharuskan siswa belajar dirumah. Pihaknya menyoroti pembelajaran terhadap anak. Orang tua sejak melahirkan anaknya secara tidak langsung sudah mendapatkan sertifikat sebagai guru.
"Pembelajaran dilingkungan keluarga memang tugas orang tua. Sedangkan memberikan pendidikan terhadap anak disituasi seperti ini mau tidak mau orang tua harus menjadi guru," ungkap Slamet Efendi kepada suaraindonesia.co.id melalui panggilan suara. Jumat (23/7/2021).
Saat disinggung, anak ketika di rumah lebih dominan bermain handphone atau game, Slamet Efendi mengungkapkan, orang tua harus menjadi bijak. Bukan berarti didalam rumah tidak bisa belajar, banyak hal yang dilakukan di rumah dengan berbagai fasilitas-fasilitas yang ada, seperti dengan membuka berbagai metode yang disulap untuk model pembelajaran.
"Anak bisa diajak bermain, namun yang edukatif. Saya contohkan seperti memasak, anak bisa dikenalkan dengan nama-nama bumbu. Atau ada juga orang tua yang mengeluhkan, pak saya bukan guru matematika tapi disuruh ngajar matematika. Nah sebelum memasak itu, anak bisa disuruh belanja membeli gula, dan uangnya berapa lalu kembaliannya ada berapa. Maka secara tidak langsung pendidikan matematika sudah diajarkan ke anak," terangnya.
Slamet sapaan akrabnya menambahkan, anak harus tetap bergembira, hal itu tertuang dalam konvensi hak anak. Seperti mendapatkan hak rekreasi, hak pendidikan, hak dalam bermain. Maka dari itu, orang tua bisa memanfaatkan yang ada agar anak tidak stres ketika di rumah saja.
"Bisa diajak praktek dalam hal apapun, baik itu membersihkan kamar, taman. Jadi tidak belajar secara online saja," tambahnya.
Pria yang berprofesi sebagai advokat ini juga berpesan kepada orang tua jika memiliki masalah terhadap anak, maka pihaknya dari LPA atau Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Tuban membuka konsultasi.
"Saya dari LPA 24 jam bisa memberikan konsultasi terhadap permasalahan anak, agar orang tua, pihak sekolah dan pemerintah saling bersinergi," pungkasnya. (Diah).
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : M. Efendi |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi