SUARA INDONESIA

Dari Hidupkan BRK Sampai Festival Kopi Rakyat, Cara Pemkab Bondowoso Bangkitkan Ekonomi di Tengah Pandemi

Bahrullah - 24 September 2021 | 06:09 - Dibaca 1.73k kali
Peristiwa Daerah Dari Hidupkan BRK Sampai Festival Kopi Rakyat, Cara Pemkab Bondowoso Bangkitkan Ekonomi di Tengah Pandemi
Seorang buruh pemanen kopi pada saat musim petik kopi (Foto Istimewa)

BONDOWOSO - Pandemi Covid-19 telah menyisihkan nestapa bagi para korbanya. Tidak hanya itu, Covid-19 ini juga membuat anak kecil di Bondowoso banyak menjadi yatim gara-gara orang tuanya terpapar virus yang mudah menular dan mematikan itu.

Untung Kuzairi Ketua Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Nahdlatul Ulama (Lazisnu) Bondowoso, mengungkapkan, ada sekitar 182 anak di Bondowoso menjadi yatim, piatu dan yatim piatu karena orangtuanya meninggal akibat Covid-19.

Dari jumlah itu, usia anak yang dilaporkan bervariasi. Mulai dari tiga tahun, 10 tahun bahkan ada yang belum berusia satu tahun.

"Data tersebut hasil kerja sama dengan MWC NU (Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama) di masing-masing kecamatan," ujarnya.

Bukan hanya nyawa yang hilang gara-gara pandemi ini, namun juga membawa dampak secara ekonomi. Bahkan, ada pengusaha yang sampai gulung tikar.

Seperti Pedagang Kaki Lima (PKL) dan Cafe-Cafe di Bondowoso yang terpaksa aktivitasnya sepat macet total gara-gara PPKM darurat.

Untuk mencegah terjadinya kerumunan di pusat kota, Alun-Alun RBA Ki Ronggo atau Alun-alun Bondowoso ditutup selama Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat mulai 3-20 Juli 2021, sehingga terpaksa aktivitas ekonomi macet total.

Di tengah keterpurukan ekonomi akibat pandemi, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso kemudian menginisiasi untuk menghidupkan brand Bondowoso Republik Kopi (BRK) yang belakangan selama 2 tahun sempat vakum.

Namun saat ini aktivis ekonomi sudah berjalan kembali, karena Alun-alun sudah dibuka kembali.

Hal itu sebagaimana pernah dikatakan Wakil Bupati Bondowoso Irwan Bachtiar pada sejumlah media, Selasa (14/9/2021).

Lebih kanjut, Irwan mengatakan, dihidupkannya kembali BRK ini dengan harapan aktivitas ekonomi perkapalan di kota Tape menggeliat kembali.

Menurut Irwan, Bondowoso Republik Kopi bukan sekedar nama, tapi harus diiringi kegiatan untuk menggeliatkan ekonomi kembali perkopian pada sektor produksi sampai distribusi hasil perkebunan kopi. Terutama pembinaan kepada petani kopi.

Disamping itu kata Irwan, Bondowoso merupakan daerah dikenal penghasil kopi terbaik di Indonesia.

"Secara geografis, ada 48 persen areanya adalah perbukitan yang ketinggiannya 500 hingga di atas 1000 mdpl," paparnya.

Politisi yang juga pengusaha itu, menjelaskan, saat ini lahan kebun kopi di Bondowoso mencapai 13.649 hektar. Tersebar di dua kawasan, yakni kawasan lereng Ijen Raung yang berbatasan dengan Banyuwangi dan Situbondo. Serta area barat di Lereng Argopuro yang berbatasan dengan Jember dan Probolinggo.

Menurutnya, branding BRK sangat pas untuk mengorbitkan nama daerah.

Langkah awal yang akan dilakukan kata dia, yakni merumuskan kembali konsep BRK. Tujuannya untuk meningkatkan kembali produksi di Dua area perkebunan kopi. Yakni Ijen Raung yang meliputi Sumber Wringin, Kecamatan Ijen dan sekitarnya. Termasuk di lereng Hyang Argopuro yang meliputi Kecamatan Pakem, Maesan dan Curahdami.

"Jadi ada dua kawasan Ijen Raung yang sudah memiliki IG Klaster Kopi Arabika Java Ijen Raung. Yang Argopuro kita akan bumikan mulai Kupang, Andungsari, Kecamatan Pakem dan Kecamatan Maesan. Tentu tidak mengesampingkan Bondowoso Kota Tape," jelasnya.

Menurutnya, pembinaan petani kopi juga harus maksimal.

Salah seorang petani di lereng Ijen Raung, Suyitno mengatakan, saat ini total ada 44 kelompok petani.

Pihaknya mengungkapkan secara kuantitas hasil produksi kopi tahun ini menurun drastis. Oleh karena itu kata dia, pendampingan dan pembinaan oleh Pemda jadi sangat penting.

Saat ini kata dia, penurunan produksi bisa lebih dari 50 persen persen. Dimana sebelumnya paling sedikit dalam satu hektar bisa memperoleh empat ton kopi cherry. Saat ini untuk memperoleh satu ton saja sulit.

"Menurun. Karena satu tahun lebih keperawatan tidak maksimal. Sehingga hasil produksi tidak banyak. Perawatan tidak maksimal karena kendala modal," katanya.

Pihaknya tidak memungkiri bahwa pandemi Covid-19 juga menjadi penyebab terjadinya penurunan kuantitas buah kopi. Selain itu juga disebabkan pasar yang macet.

"Jika penjualan macet, maka otomatis mempengaruhi terhadap perawatan dan pemupukan. Karena biaya perawatan dari hasil penjualan kopi," paparnya.

Ketua Koperasi Petani Kopi 'Rejo Tani' tersebut memaparkan, sudah ada sebanyak 25 kelompok tani yang mempunyai UPH (Unit Pengolahan Hasil) hilir, seperti bubuk kopi dan sebagainya.

Pihaknya memastikan, bahwa petani terus berusaha agar pengolahan kopi tetap mengikuti SOP (standard operational procedure). Baik sebelum hingga pasca panen.

"Mulai dari perawatan tanahnya, pembersihan gulma dan ranting yang tidak produktif. Selain itu tetap petik merah dan dirawat sesuai SOP yang ada. Semata-mata menjaga kualitas. Karena kalau kualitas menurun kita juga yang rugi," paparnya.

Salain pangsa pasar lemah, lanjut dia, harga jual kopi juga menurun. Biasanya dia menjual satu kilogram kopi green bean seharga Rp 85 ribu. Tetapi saat ini mau mencapai di harga Rp 60 ribu saja sulit. "Padahal pengeluaran diambilkan dari penjualan," jelasnya.

Pihaknya pun menyambut baik upaya untuk menghidupkan kembali BRK. Sebab kata dia, BRK lah yang mengantarkan Bondowoso bisa dikenal oleh dunia.

Menurutnya, sudah merupakan kewajiban bagi Pemda Bondowoso untuk melakukan pembinaan, sentuhan atau paling tidak selalu memberikan dukungan moral sehingga para pelaku tetap semangat dan tetap memperhatikan SOP.

"Dengan begitu kualitas kopi yang dihasilkan tetap sesuai yang diharapkan atau sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. Baik konsumen dari dalam maupun dari luar Negeri," paparnya.

Pada hakikatnya, sebagai petani kopi sejauh ini ia mengaku tetap menjalankan amanah untuk mendukung program Bondowoso Republik Kopi. "Karena amanah wajib dilaksanakan dan kalau tidak kita laksanakan yang rugi kita sendiri," tegas Purnawirawan Polisi tersebut.

Sekedar informasi, Pada Tahun 2013 Kopi Ijen Raung mengantongi Sertifikat IG dari Kementerian Hukum dan HAM dengan nama 'Klaster Kopi Arabika Java Ijen Raung'. Tahun 2020 kawasan lereng Argopuro juga mengantongi IG dengan 'Klaster Arabica Hyang Argopuro'.

Bahkan brand BRK sudah memiliki Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari Kementerian Hukum dan HAM. Namun di lapangan, berdasarkan pengakuan petani, selama ini tak ada pembinaan. Khususnya dalam dua tahun terakhir. Hal menjadi PR Pemkab Bondowoso, yakni agar tetap terus memberikan pembinaan untuk petani kopi.

Pemkab Bondowoso juga akan menggelar event festival kopi rakyat untuk mebangkitkan geliat ekonomi. Wisata Kuliner Jembatan Ki Ronggo juga akan dijadikan sebagai salah-satu lokasi even kopi rakyat, yang adapun tujuannya pula sebagai promosi wisata kuliner yang sudah dibuka sejak 2018 itu.

Tak hanya itu, Wabup Irwan menegaskan jika diadakannya event festival kopi rakyat di jembatan ki ronggo merupakan bagian dari strategi untuk mengembangkan kiprah kopi Bondowoso atau brand BRK (Bondowoso Republik Kopi).

Menurutnya, seluruh tempat yang berpotensi untuk mengenalkan kopi Bondowoso, maka akan dijadikan sentra kopi. Dengan begitu, ia meyakini branding BRK akan makin membumi. “Yang namanya BRK ya semua yang berpotensi ya kita jadikan kampung-kampung kopi,” terangnya.

Politisi PDI Perjuangan itu menginginkan, kopi Bondowoso ada di tiap-tiap cafe-cafe dan warung-warung kopi milik masyarakat. Sehingga baik masyarakat lokal apalagi wisatawan bisa dengan mudah menyeduh kopi Bondowoso di manapun dan kapanpun.

“Sehingga masuk ke sini, masuk ke sana selalu ada kopi bondowoso. Sehingga yang digantung bukan kopi sachet lagi,” pungkasnya.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Bahrullah
Editor : Nanang Habibi

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya