SUARA INDONESIA

Kekerasan Seksual Semakin Marak, Penegakan Hukum Diminta Tidak Pandang Bulu

Imam Hairon - 07 December 2021 | 14:12 - Dibaca 2.19k kali
Peristiwa Daerah Kekerasan Seksual Semakin Marak, Penegakan Hukum Diminta Tidak Pandang Bulu
Ilustrasi

PALEMBANG-Dugaan pelecehan seksual yang menimpa seorang mahasiwi Universitas Sriwijaya (Unsri) tengah menjadi sorotan. Banyak pihak mendesak aparat hukum untuk segera mendalami kasus. Apalagi, sederet kasus pelecehan dan kekerasan seksual mencuat secara hampir bersamaan, memperlihatkan betapa mendesaknya hal ini. 

Aktivis perempuan Titi Anggraini menyebut harus adanya sanksi tegas bagi oknum dosen yang terbukti sebagai pelaku kekerasan seksual. Sanksi yang dimaksud bukan hanya pidana, melainkan pula sanksi administrasi.

"Jadi, tidak hanya diproses secara pidana dengan hukuman berat, tapi juga sanksi administrasi tegas berupa pencopotan dari jabatan," ucap Titi.

Selain itu, saat proses pemeriksaan sedang berlangsung, terduga pelaku menurutnya harus dibebas tugaskan dari kegiatan kampus. Hal ini penting, lanjutnya, demi menjaga kepercayaan semua pihak, bahwa segala sesuatunya berjalan adil dan berimbang.

Titi sendiri menyayangkan sikap kampus yang tidak ada itikad baik menyelesaikan kasus tersebut secara tuntas dan cepat, sehingga diketahui kebenarannya.

"Pihak Universitas mestinya, menunjukkan itikad baik dan komitmen kuat untuk menuntaskan kasus ini," ujar Titi.

Dia pun menilai perlu dituntaskannya kasus ini sebab perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan yang mencerminkan intelektual dan moralitas. Semestinya, kampus menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk orang- orang yang berada di dalamnya.

"Jangan sampai terjadi viktimisasi terhadap para terduga korban, sebab kasus kekerasan seksual bukan hanya berdampak fisik, tapi juga psikis yang berat. Makanya perlu perspektif korban yang baik, guna menghindari dampak buruk yang lebih besar pada korban ataupun keluarga," katanya.

Titi pun menyebut pihak Rektorat Unsri seharusnya berani memberi peringatan keras kepada para dosen, dekanat dan pegawai lembaga perguruan tinggi Unsri yang terbukti melakukan pelecehan seksual dengan, misalnya, pencopotan jabatan.

"Bila Rektorat tak mampu melakukannya, sebaiknya Kementerian Pendidikan Nasional agar segera mencopot Rektor Unsri, atau mundur saja," pungkasnya.

 Dia pun berharap segera ada tindakan cepat dari pihak kampus Unsri untuk mengembalikan marwah lembaga kaum cendekiawan, yang selama ini cukup membanggakan warga Sumatera Selatan.

Pendampingan Pada Korban

Sementara itu, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengungkapkan kegeramannya ketika mendapatkan kabar tiga mahasiswi Unsri menjadi korban pelecehan seksual oknum dosen di kampus ternama tersebut.

 Herman mengatakan, pelecehan seksual tersebut semestinya tidak terjadi. Terlebih lagi pelakunya merupakan kalangan akademisi dan intelektual.

 "Saya terkejut menonton itu di TV. Saya gak nyangka masih saja terjadi hal seperti ini terlebih di kalangan intelektual," kata Herman, Sabtu (4/12/2021).

 Herman menjelaskan bahwa dia akan segera memerintahkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPA) Sumsel untuk menyelidiki kasus tersebut. Sehingga kejadian tersebut tak lagi terulang.

 "Saya akan menurunkan tim untuk pendampingan termasuk untuk trauma healing-nya korban," ujar dia.

 Dia pun meminta agar masyarakat bersabar dan tak main hakim dalam menilai kasus tersebut. Sebab, menurutnya, saat ini polisi telah mengambil tindakan untuk mengungkap pelaku.

 Perlunya payung hukum

Kasus yang menimpa mahasiswi Unsri bukan satu-satunya. Dalam waktu hampir bersamaan, seorang perempuan bernama Novia Widyasari dilaporkan bunuh diri lantaran diduga mengalami kekerasan seksual dari pasangannya, Bripda Randy Bagus.

Mahasiswi Universitas Brawijaya tersebut ditemukan tewas setelah meminum racun di samping makam ayahnya di TPU Dusun Sugihan di Mojokerto, Jawa Timur. Dia diduga depresi karena dipaksa melakukan aborsi oleh kekasihnya itu.

Kejadian tersebut pun membuat Ketua DPR RI Puan Maharani berduka. Sebagai sesama perempuan, dia tak membenarkan kekerasan seksual yang menimpa Novia. "Lagi-lagi perempuan menjadi korban kekerasan, dan itu sama sekali tidak dapat dibenarkan," kata dia, Senin (6/12/2021).

 Politikus PDIP ini mengingatkan, apapun latar belakang pelaku, yang bersangkutan harus menanggung akibatnya dihadapan hukum agar Novia Widyasari mendapatkan keadilan.

 Puan juga menyebut, dengan adanya kasus ini maka pengesahan akan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) harus dilakukan segera. Pasalnya, ini akan menjadi payung hukum perlindungan bagi setiap rakyat Indonesia dari segala bentuk kekerasan seksual.

 Puan menyebut DPR akan mengawal kasus kematian Novia Widysari yang diduga diminta menggugurkan kandungannya oleh Bripda Randy Bagus.

"Kami menghormati proses hukum yang dilakukan oleh Polri. Bersama masyarakat, kami akan mengawal kasus ini hingga pelaku dihukum dan korban serta keluarganya mendapat keadilan," kata dia. 


Mantan Menko PMK itu juga meminta kepada fraksi di DPR RI untuk menunjukkan komitmennya dalam mencegah kian maraknya kasus kekerasan seksual. Dia berharap kasus serupa tak terulang kembali.

 "Jangan sampai banyaknya kasus kekerasan seksual menjadi potret buruk Indonesia. Tidak boleh ada lagi NWR yang lain, dan tidak boleh lagi korban-korban kekerasan seksual kesulitan mendapatkan keadilan," tegasnya.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Imam Hairon
Editor : Imam Hairon

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya