KRAKSAAN - Demonstrasi penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) KUHP dilakukan ratusan mahasiswa Kabupaten Probolinggo di depan kantor DPRD setempat, Selasa (26/07/2022).
Masa aksi terdiri dari aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Probolinggo.
Dalam tuntutannya, masa meminta Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak diteruskan atau dibatalkan. Sebab, RUU tersebut dinilai mengebiri nilai-nilai demokrasi Indonesia.
"Tuntutannya adalah menghapus 13 pasal krusial yang sudah kita lakukan kajian. Sejumlah pasal dalam RUU tersebut sudah kami diskusikan dengan sejumlah LBH. Dan benar isinya ada yang melampaui UUD 45,” papar Ziyaul Haq, ketua Cabang PMII Probolinggo.
Saat melakukan negosiasi penandatanganan pakta integritas dengan pimpinan dewan, terjadi pembakaran ban bekas yang berakhir kericuhan.
"Sangat disayangkan aksi ini harus diwarnai aksi anarki, padahal kita sudah sepakat terhadap poin-poin yang dibawa teman-teman mahasiswa. Tinggal tanda tangan saja," sebut Lukman Hakim, Wakil Ketua DPRD.
Beberapa poin tuntutan dalam aksi itu antara lain:
Pertama, DPRD setempat harus merekomendasikan kepada Tim Perumus RUU KUHP untuk membuka secara luas pembahasan RUU tersebut.
Kedua, meminta DPRD merekomendasikan agar pembahasan RUU KUHP tersebut melibatkan unsur publik.
Kediga, meminta DPRD membuat rekomendasi agar menghapus 13 pasal yang dinilai dapat mengebiri nilai demokrasi.
Keempat, jika dalam 7×24 jam poin 1-3 tidak terpenuhi, maka DPRD harus siap mundur dari jabatannya.
Lima orang mahasiswa yang dituding sebagai provokator sempat diamankan kepolisian.
Dua orang telah dibebaskan sedangkan tiga orang lainnya masih ditahan untuk dimintai keterangan.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Iwan Setiawan |
Editor | : Lutfi Hidayat |
Komentar & Reaksi