BANYUWANGI - Sejak Januari hingga akhir September 2022, Pengadilan Agama (PA) Banyuwangi mencatat, ada 10 pengajuan izin poligami seorang suami memiliki dua istri.
Panitera PA Banyuwangi Subandi mengatakan, dari 10 perkara poligami itu, sudah ada 7 pengajuan poligami yang dikabulkan. Sementara 3 pengajuan lagi, masih dalam proses.
"Kasus poligami dari Januari-September 2022, ada 10 perkara masuk dan diterima. 7 perkara telah dikabulkan, sementara 3 masih berproses," jelasnya saat dikonfirmasi, Senin (26/9/2022).
Menurut Subandi, PA Banyuwangi tidak mengabulkan semua pengajuan poligami. Sebab, ada syarat formil maupun materiel yang harus dipenuhi.
Beberapa syarat itu, diantaranya apabila istri tidak bisa menjalankan kewajiban sebagai istri, atau sang istri tidak punya keturunan, sementara sang suami berkeinginan memiliki anak.
"Kemudian syarat selanjutnya ada persetujuan dari istri, bahwa istri tidak keberatan dimadu. Serta suami mampu memberikan nafkah lahir batin. Sehingga pengajuan poligami bisa saja dikabulkan," cetusnya.
Subandi membeberkan, namun ternyata poligami tidak harus mendapatkan persetujuan istri, asalkan gugatan dari suami secara posita benar adanya.
"Contoh, istri tidak kunjung punya keturunan, sedangkan suami ingin memiliki keturunan dan mau berpoligami, namun istri tidak menyetujui. Faktanya sudah berusaha, sudah ke medis, tapi belum dikaruniai. Jadi bisa saja perkara itu dikabulkan," terangnya.
Meski demikian, lanjut Subandi, ada juga pengajuan perkara poligami yang tidak diterima dan ditolak oleh PA Banyuwangi.
"Tidak diterima karena tidak memenuhi unsur-unsur poligami. Contohnya, gugatan suami menyatakan bahwa si istri tidak memberikan nafkah batin. Padahal faktanya istri tiap malam sudah memberikan itu," jelasnya.
Sedangkan perkara itu bisa ditolak, karena gugatan suami juga tidak benar dengan fakta serupa. "Katanya istri ini tidak punya keturunan. Tapi faktanya punya keturunan. Jadi perkara itu bisa saja ditolak," pungkasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Muhammad Nurul Yaqin |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi