KEDIRI - Menyikapi penetapan KUHP oleh DPR RI yang ditengarai banyak membelenggu kebebasan berpendapat, gabungan elemen masyarakat sipil menggelar Panggung Ekspresi ‘Menolak Bungkam’ di Gedung Ormawa Universitas Islam Kadiri, di Manisrenggo, Kota Kediri, Jawa Timur, Sabtu (10/12/2022) malam.
Berbagai acara panggung ekspresi seni dilakukan mulai dari pembacaan puisi, teatrikal serta rangkaian musik perlawanan. Para penampil ekspresi datang dari berbagai komunitas seni, jurnalis, aktivis, pers mahasiswa dan berbagai komunitas di Kediri.
Melalui tampilan seni, mereka menyerukan penolakan atas pengekangan kebebasan berpendapat yang mengembalikan Indonesia seperti era Orde Baru.
“Ini merupakan bentuk ekspresi dari berbagai elemen masyarakat di Kediri yang menilai penetapan KUHP sebagai bentuk pembukaman demokrasi. Sebelumnya, kami telah bersama-sama mengkaji dalam diskusi dan menggelar aksi bungkam. Malam ini, kami menunjukkan ekspresi untuk melawan pembungkaman ini,” kata Danu Sukendro, Ketua AJI Kediri.
Selain AJI Kediri, penyelenggara Panggung Ekspresi ‘Menolak Bungkam’ ini antara lain; Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) DK Kediri, Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri (FH Uniska) dan BEM FH Uniska. Lembaga Pers Mahasiswa di Kediri dan Jombang ikut mendukung penyelenggaran panggung ekspresi ini.
Dalam kajian AJI Indonesia bersama sejumlah pakar hukum, lanjut Danu, terdapat 17 pasal bermasalah yang berpotensial mengkriminalkan jurnalis. Sebenarnya, elemen masyarakat sipil berharap banyak terhadap revisi KUHP peninggalan kolonial yang banyak memiliki pasal karet, dan kerap digunakan untuk menjerat jurnalis, meski pers dilindungi UU no. 40 tahun 1999.
“Ternyata, KUHP revisi ini malah memiliki lebih banyak perangkap yang dapat menjerat jurnalis, dibandingkan dengan pasal-pasal kolonial,” tambahnya.
Seharusnya, lanjut Danu, pasal-pasal bermasalah KUHP yang banyak mengebiri kebebasan berpendapat ini direvisi, meski kemungkinan itu dilakukan setelah judicial review yang mungkin dapat dilakukan setelah penerapan KUHP 3 tahun mendatang.
Terlebih, penetapan KUHP ini juga menjadi sorotan dunia internasional. Bahkan, PBB menilai KUHP yang direvisi ini tidak sesuai dengan kebebasan dasar HAM. Termasuk hak atas kesetaraan di hadapan hukum dan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi, hak atas privasi serta hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan dan kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Sementara itu, Sekjen PPMI DK Kediri Inayah mengatakan, banyaknya pasal-pasal bermasalah di KUHP ini menggerus hak berekspresi mahasiswa, karena itu PPMI DK Kediri ikut menggalang kegiatan penolakan penetapan KUHP.
“Pasal KUHP menjurus pada pelemahan fungsi pers dan kebebasan berpendapat. Dampaknya, semakin sedikit mahasiswa yang mau menjadi jurnalis karena adanya ancaman bui. Namun, kondisi ini juga menempa pers mahasiswa untuk tetap tangguh dan kritis,” ujarnya.
Dalam kajian bersama sejumlah akademisi, AJI menemukan 17 pasal bermasalah dalam draf RKUHP versi 30 November 2022 yang berpotensi mengkriminalisasi jurnalis dan mengancam kebebasan pers, kemerdekaan berpendapat dan berekspresi.
• Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
• Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
• Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.
• Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
• Pasal 264 yang mengatur tindak pindana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
• Pasal 280 yag mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
• Pasal 300, Pasal 301 dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
• Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
• Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.
• Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
• Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.
Serangkaian aksi digelar oleh aktivis masyarakat sipil di Indonesia, namun DPR RI bersikukuh menetapkan KUHP pada Selasa (6/12/2022).
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Agus Sulistya |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi