SUARA INDONESIA

Desa Kalisari Kembalikan 1,2 Miliar ke Kejaksaan Situbondo

Syamsuri - 23 February 2023 | 15:02 - Dibaca 4.39k kali
Peristiwa Daerah Desa Kalisari Kembalikan 1,2 Miliar  ke Kejaksaan Situbondo
Kepala Kejari Situbondo Saat Menunjukkan Bukti Pengembalian Keuangan Desa Kalisari (Foto : Syamsuri/suaraindonesia.co.id)

SITUBONDO - Dari 12 Desa yang bermasalah di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, baru satu desa yang menyelesaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan mengembalikan kerugian uang negara secara tuntas yakni Desa Kalisari Kecamatan Banyuglugur.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Situbondo, Nauli Rahim Siregar saat melakukan press release di Kantor Kejaksaan Negeri Situbondo, Kamis (23/2/2023)

Kepala Kejaksaan Negeri Situbondo, Nauli Rahim Siregar mengatakan dari 12 Desa yang bermasalah keuangan di Kabupaten Situbondo, baru satu Desa yang menyelesaikan pengembalian kerugian keuangan negara yakni Desa Kalisari Kecamatan Banyuglugur yaitu sebesar Rp 1.261.844.878,72. Sedangkan 11 Desa lainnya masih dalam proses. 

"Untuk proses waktu penyelidikan yang dilakukan oleh Kejari terhadap 12 Desa yang bermasalah tersebut, kata Kejari tidak ada target waktu yang diberikan, tetapi dengan MoU yang dilakukan antara Kejaksaan, Kepolisian dan Kementerian Dalam Begeri, APH diberikan waktu untuk melakukan pemeriksaan secara detail, kompreinship batasnya 60 hari," jelasnya.

Menurutnya, dari 12 Desa yang bermasalah itu persoalan yang berbeda beda, terkait karakter desanya, pelakunya, dan karekter pembangunan pasti berbeda beda. Sehingga pola penanganannya juga pasti berbeda beda. 

"Tetapi dalam MoU yang ditandatangani oleh Kejaksaan, Kepolisian dan Kemendagri, perbedaan perbedaan karakter tersebut itu tidak diberlakukan dengan cara berbeda beda, tetapi parameternya tetap 60 hari yang diberikan amanah kepada APH terhadap pemeriksaan dan hasil penyelidikannya secara administratif," terangnya. 

Kemudian, lanjut dia, bagaimana terkait dengan pengembaliaannya atau penyelamatan keuangan negara yang sudah dilakukan. Dalam UU Tindak Pidana Korupsi disalah satu unsur utama adalah kerugian keuangan negara.

"Apabila tidak ada kerugian keuangan negara apakah mungkin kita bisa menyatakan orang itu bersalah, sepaham majelis hakim menilai unsur yang harus dibuktikan, kalau tidak ada kerugian negara apakah menjadi sebuah perbuatan melawan hukum yang selesai secara komprehensip untuk bisa dipidanakan seseorang," ujarnya.

Berkaitan dengan masalah yang dialami oleh 12 Desa tersebut, Kejari saat ini masih mendalami proses proses perbuatan melawan hukumnya. 

"Kami diamanatkan untuk mendapatkan bukti permulaan yang cukup. Kalau sudah dapat bukti permulaan yang cukup maka kemudian di lempar ke penyidikan untuk mendapatkan dua alat bukti," ucapnya. 

Dikarenakan ranah penyelidikan masih berjalan, pihaknya menyatakan masih belum bisa menyimpulkan ke arah seperti apa. 

"Ini baru tidak sampai satu minggu, kita sudah melakukan pemanggilan kepada beberapa orang," tegasnya.

Sementara itu, Plt. Kasi Pidsus, Ervan Surya menambahkan terkait masalah proses penyelidikan saat ini masih berjalan, karena kasus ini baru berjalan 8 hari dari Sprindik yaitu tanggal 15 Pebruari 2023.

"Proses pemanggilan sudah kita mulai sejak tanggal diterbitkan sprindik, sedang untuk proses pemeriksaan sudah kita mulai sejak hari senin lalu. Untuk hasil penyelidikan hasilnya akan kami simpulkan nanti, setelah ada laporan hasil penyelidikan di Pidsus, artinya masih belum bisa disimpulkan semuanya," jelasnya. 

Kendati demikian, progres proses berjalannya penyelidikan sudah ada pengembalian yang kemudian diserahkan ke pihak Bank Jatim. 

"Itikat baik dari pihak perangkat desa atau Aparat Desa belum bisa kita simpulkan siapa orang orangnya, karena masih ranah penyelidikan," tambahnya

Kemudian, terkait petunjuk-petunjuk pedoman yang ada, baik itu dari Pemerintah Pusat maupun Jaksa Agung tentang adanya penggeseran bahwa untuk Tipikor ini harusnya Primum Remedium.

"Petunjuk dari Jaksa Agung sudah jelas, khusus penanganan laporan pengaduan terkait dugaan penyimpangan pengelolaan keuangan desa itu diutamakan dan diupayakan pencegahan sebagai perwujudan ultimum remidium," bebernya.

Ia menambahkan, pola penggeseran ultimum remidium itu sudah jelas, seperti penanganan perkara pidum sekarang yaitu adanya Restorative justice diutamakan masalah pencegahan kemudian perdamaian. 

"Begitu pula terkait masalah pengelolaan keuangan desa ini, terkait masalah lain masih belum ada petunjuknya," pungkas Ervan. 

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Syamsuri
Editor : Satria Galih Saputra

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya