SUARA INDONESIA

LBH Mitra Santri Bersama Petani Datangi DPRD Situbondo, Ada Apa?

Syamsuri - 05 May 2023 | 15:05 - Dibaca 1.61k kali
Peristiwa Daerah LBH Mitra Santri Bersama Petani Datangi DPRD Situbondo, Ada Apa?
LBH Mitra Santri Bersama Petani Saat Menemui Komisi I DPRD Situbondo (Foto : Syamsuri/suaraindonesia.co.id)

SITUBONDO - Sejumlah petani pinggir pantai di Desa Gadingan dan Desa Kumbang Sari, Kecamatan Jangkar didampingi Pengacaranya Abdurrahman Sholeh dari LBH Mitra Santri Situbondo mendatangi DPRD Situbondo, Jumat ((5/5/2023). 

Kedatangan mereka untuk mengadukan kegelisahan para petani dipinggir pantai yang saat ini ditengarai akan dikuasai oleh Investor.

Ketua LBH Mitra Santri, Abdurrahman Saleh, SH. MH mengatakan, tanah-tanah di pinggir pantai di Desa Kumbang Sari dan Gadingan Kecamatan Jangkar saat ini selalu menimbulkan persoalan yang selalu dijadikan bancakan oleh para broker-broker dan investor. 

"Banyak investor yang kehilangan uangnya karena adanya pengembangan pelabuhan jangkar yang saat ini dianggap sangat potensial untuk mengembangkan usahanya, sehingga banyak tertarik terhadap lahan-lahan tanah di lokasi itu, sehingga broker-broker tanah banyak yang gentayangan," bebernya. 

Kata Advokat yang berwajah hitam manis itu, kemudian para Kepala Desa bekerjasama dengan investor berusaha untuk mendapatkan lahan, sehingga banyak lahan yang tidak sesuai antara data fisik dengan data yuridisnya. 

"Akhirnya menimbulkan persoalan baru yang mana orang yang tidak mempunyai tanah dimohonkan hak, padahal mereka itu tidak memiliki tanah tersebut, kejadian ini terjadi karena kongkalikong antara broker broker tanah dengan investor, akhirnya sejumlah petani yang ada di pinggir pantai banyak yang gelisah," jelasnya. 

Menurut Saleh, kegelisahan petani terjadi dengan alasan karena broker tanah meminta tanah yang mereka kelola itu wajib dijual dengan dalih terkena pelabuhan. 

"Padahal tidak ada program wajib dijual, ini terjadi yang hanya dijadikan alasan oleh broker-broker tanah untuk mendapatkan lahan tanah milik petani yang ada di pinggir pantai saja dengan diiming-imingi permulaan hak yang bilangnya diatasnamakan petani," ujarnya. 

Saleh menyebut, hal itu sudah terjadi sejak tahun 2018, dimana lahan-lahan milik petani dipasangi patok patok dari BPN.

"Adanya kejadian itu, patok-patok yang sudah terpasang kemudian kami cabut seluruhnya karena sudah jelas didalam aturan garis batas dari pinggir pantai itu jaraknya 100 ke darat, tapi yang terjadi kebalikannya, dekat bibir pantai justru di patok-patok oleh makelar-makelar tanah ini," ungkapnya. 

Lebih lanjut, disampaikannya, pihaknya bersama petani mendatangi DPRD dalam rangka meminta dukungan agar bisa menyelesaikan permasalahan tersebut. 

"Hari ini kami bersama petani datang ke DPRD untuk minta dukungan agar bisa memberhentikan semua proses permasalahan ini, baik di Pemerintahan Desa dan BPN Kabupaten Situbondo untuk secepatnya menhentikan proses ini," harapnya.

Sehingga, data fisik tanah, obyek tanah harus benar-benar sesuai dengan data pemiliknya, bukan orang lain yang tidak mempunyai hak atas tanah tersebut yang dimohonkan haknya.

Hal itu, kata dia, agar tidak terjadi benturan antara pemilik tanah yang asli atau sah dengan orang yang tidak memiliki tanah, ini jangan sampai terjadi. 

"Langkah yang sudah kita lakukan saat ini yaitu dengan berkirim surat kepada Menteri Agraria dan tata ruang untuk turun ke Kabupaten Situbondo khususnya di Desa Kumbang Sari dan Gadingan agar menata tata ruang yang ada di pinggir pantai, termasuk BPN Situbondo untuk segera memberhentikan segala bentuk proses permohonan hak dan kepemilikannya, karena tanah tersebut adalah tanah negara yang pengurusannya langsung ke Menteri Agraria," terangnya.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Hadi Prianto usai hearing dengan petani menjelaskan, pihaknya mendapatkan surat untuk melakukannya audiensi dengan para petani di pinggir pantai berkenaan dengan konflik sengketa tanah di dua Desa yakni Desa kumbang Sari dan Desa Gadingan. 

"Pada prinsipnya tadi saat audiensi sudah disampaikan yaitu adanya persoalan tanah negara yang saat ini dikelola oleh masyarakat setempat, namun ada beberapa oknum dari Desa dan oknum lainnya yang memohon mengatasnamakan negara agar bisa dimohon secara pribadi," ucapnya. 

Lanjut dia, adanya konflik tersebut, pihaknya mengatakan akan menindaklanjuti sebagaimana hasil rapat dan meminta kepada BPN nanti untuk tidak sembarangan memberikan hak atas kepemilikan tanah, terutama tanah tanah negara. 

"Paling tidak disesuaikan dengan peraturan perundang undangan. Memang ada konflik sengketa sertifikat hak milik itu menjadi sengketa perdata persoalan masing masing masyarakat, namun kami di Komisi I itu nasih bisa dilakukan proses mediasi dengan cara dikoordinasikan karena informasinya yang tersampaikan sertifikat hak milik itu, pertama hanya perjanjian pinjam meminjam keuangan, dan itu kan menjadi persoalan pribadi," pungkasnya. 

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Syamsuri
Editor : Satria Galih Saputra

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya