SITUBONDO - Komisi III DPRD Situbondo melakukan monitoring ke lokasi tambang milik CV Banyuputih di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Senin (22/5/2023).
Hal tersebut dilakukan lantaran adanya kejanggalan terkait pembayaran pajak yang dilakukan CV Banyuputih kepada Pemerintah Daerah.
Ketua Komisi III DPRD Situbondo, Arifin mengatakan, setelah komisi III DPRD Situbondo melakukan monitoring ke CV Banyuputih, dan melihat langsung fakta di lapangan ternyata menemukan banyak indikasi kejanggalan.
"Kejanggalannya salah satunya adalah CV Banyuputih saat melakukan penambangan tidak bisa menunjukkan rencana kegiatan biaya (RKB) dan petugas teknis penambang juga tidak ada di lokasi," jelasnya.
Menurut Arifin, selain tidak bisa menunjukkan RKB, dalam sisi pendapatan pajak yang disetor kepada Pemerintah Daerah, dengan jumlah aktifitas yang dijual ditengarai juga tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Selain itu, diduga adanya manipulasi data pembayaran pajak kepada Pemerintah Daerah yang dilakukan CV Banyuputih.
Di tahun 2022 saja, pembayaran pajak tambang yang masuk di Bapenda dengan pengakuan pembayaran pajak yang dilakukan CV Banyuputih ini selisihnya kurang lebih mencapai Rp 23.888.000,00.
Hal tersebut terungkap setelah adanya pengakuan dari CV Banyuputih kepada anggota Komisi III DPRD saat melakukan monitoring ke lokasi tambang di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo.
Padahal sesuai pengakuan CV tersebut di tahun 2022 sudah membayar pajak sebesar Rp 113.000.000,00, padahal faktanya setelah di cek di Bapenda di tahun 2022 hanya membayar Rp 89.112.000,00. Artinya ada selisih Rp 23.888.000,00.
"Berdasarkan laporan dari CV Banyuputih dalam sehari kalau keadaannya sepi itu bisa mengangkut dan menjual berkisar 15 ret, dan dalan satu retnya dalam pengakuannya hanya mengangkut 5 kubik," terangnya.
Kata Arifin, apabila melihat fakta, muatan yang ada di lapangan dirasa sangat mustahil bilamana satu retnya hanya memuat 5 kubik per truknya.
"Padahal kalau kita melihat muatannya melebihi batas bak truk itu diperkirakan sekitar 8 kubik. Ketika CV Bintang itu mengatakan satu retnya hanya memuat 5 kubik," ujarnya.
Menurutnya, hal itu sangat tidak masuk akal apabila dilihat dari fakta yang ada di lapangan.
"Setelah kami cek di data Bapenda, pajak yang disetor ke daerah dalam satu tahun di tahun 2022 CV Banyuputih ini hanya menyetor pajak hasil tambangnya sebesar Rp 89.112.000,00, ini sangat terlalu kecil sekali," bebernya.
Padahal kata Arifin, saat ditanyakan kepada CV Banyuputih setoran pajaknya dari hasil penjualan tambang pasir ini di tahun 2022 sudah membayar pajak sebesar Rp 113.000.000,00.
"Faktanya setelah kami cek di data Bapenda di tahun 2022 hanya membayar Rp 89.112.000,00. Artinya pembayaran pajak tambang yang dilakukan oleh CV Banyuputih secara riil sudah tidak sesuai dengan fakta di lapangan," tuturnya.
Seharusnya, menurut Arifin, apabila dihitung dalam satu hari dalam keadaan sepi saja, dengan memuat 15 ret per hari, apabila muatannya dalam satu ret itu 8 kubik, pajak yang harus dibayar sebesar Rp 37.600,00 per retnya.
"Kalau ini dikalikan 15 ret berarti pajak yang harus dibayar per harinya sekitar kurang lebih Rp 564.000,00 ketika dikalikan 26 hari berarti pajak yang harus dibayar per bulannya kurang lebih Rp 14.664.000,00," jelasnya.
Dia menyimpulkan, ketika dihitung secara riil hasil dari penjualan tambang pasir CV Banyuputih, pajak yang dibayarkan kalau sesuai dengan pengakuan mereka sebesar Rp 113.000.000,00.
"Ini sangat tidak masuk akal dan sangat kecil sekali. Artinya kalau melihat fakta ini ditengarai ada manipulasi penyetoran pajak kepada daerah," paparnya.
Oleh karena itu, dengan kejadian ini, Komisi III DPRD Situbondo, kedepan akan menerbitkan rekomendasi kepada Aparat Penegak Hukum (APH) agar ada penindakan ada titik temu terhadap CV Banyuputih.
"Karena menurut kami ini ada sebuah pelanggaran yang harus ditindak, dan ini juga akan kita lakukan hal sama terhadap CV atau PT tambang yang lain ketika melakukan pelanggaran yang sama," tegas Arifin.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Syamsuri |
Editor | : Satria Galih Saputra |
Komentar & Reaksi