TUBAN, Suaraindonesia.co.id - Temuan sungai bawah tanah di dalam gua di Dusun Mbok Gede, Desa Jadi, Kecamatan Semanding kian membuktikan Kabupaten Tuban kawasan karst atau resapan air. Namun, penemuan ini tidak sebanding dengan laju kerusakan yang terjadi.
Aktivitas tambang batu kapur masih di lokasi temuan sungai bawah tanah disebut menjadi penyebab utama kerusakan pada bentang alam karst. Langkah antisipasi serta upaya melindungi dari pemerintah setempat juga dinilai masih lemah.
Dalam laporan resmi Mahasiswa Pecinta Lingkungan (Mahipal) Universitas Ronggolawe Tuban menyebutkan tinggi permukaan sungai bawah tanah di sekitar gua adalah 67 mdpl.
Sedangkan gua dengan kedalaman 3,10 meter ini terletak di area tambang batu kapur ini berda gugusan karst Tuban Selatan, formasi Paciran, dengan ketinggian 100 mdpl, Secara geografis terletak pada koordinat 06056’13.31” S dan 111059’44,74”.
Gua tersebut memiliki panjang lorong 60 meter. Lorong berair di ujung kiri upstream banyak runtuhan batu bekas sisa galian. Di lorong kanan downstream kedalaman air rata-rata 2 meter ujung.
Pada lorong sump dimungkinkan masih ada lorong yang penuh dengan air. Kondisi air bening dan biru namun saat di cek, air keruh oleh endapan lumpur dan pasir sisa batu kapur yang berwarna putih.
Sedangkan atap lorong terdapat endapan lumpur yang mana saat musim hujan air memenuhi seluruh ruangan.
Dalam laporan tersebut juga menyebut di Desa Jadi, penemuan gua kali ini sudah ketiga kalinya. Sebelumnya, Agustus 2018 ditemukan Gua Pertiwi dan pada tahun 2021 kembali ditemukan Gua Sumur berair.
Dalam Tata Ruang Kabupaten Tuban, lokasi penemuan goa di Desa Jadi termasuk dalam rencana kawasan lindung resapan air karena merupakan kawasan karst.
"Terhitung dari 2015-2023 sudah ada 7 titik gua baru yang ditemukan akibat penambangan, yang mana lokasi tersebut rata rata memiliki potensi yang sangat bagus, namun sayang hanya viral semata tanpa ada tindakan penyelamatan dari berbagai pihak terutama pemerintah, dan pada akhirnya gua-gua tersebut berakhir rusak dan hancur," tulis laporan Mahipal Unirow Tuban dikutip, Senin (17/07/203).
Selain itu, laporan Mahipal Unirow Tuban juga mengungkap kerusakan kawasan karst di Desa Jadi akibat aktivitas tambang batu kapur. Kerusakan karst itu dapat diidentifikasi dari kondisi singkapan batu gamping atau dolomit dan tutupan vegetasi.
Kerusakan bentang alam karst di lokasi penemuan sungai bawah tanah di dalam gua yang dilaporkan Mahipal Unirow Tuban.
Di Desa Jadi terdapat lahan akses terbuka dari kegiatan tambang batu kapur sekitar 12 hektar. Hal ini dapat mempengaruhi simpanan air bawah tanah dan debit mata air sungai. Singkapan batu gamping terjadi juga karena tidak ada atau jarangnya vegetasi, sehingga lapisan tanah menjadi tererosi.
"Penambangan batu kumbung secara masal dan masif mengakibatkan terbentuknya lubang-lubang tambang yang dalam dan menyebabkan hilangnya top soil lapisan tanah subur serta menghilangkan ruang budidaya pertanian," ungkap dalam laporan itu.
Lokasi ditemukan sungai bawah tanah di dalam gua berada di kawasan lindung resapan air, hal itu berdasarkan pola ruang RTRW Kabupaten Tuban. Aktivitas tambang kapur dapat menyebabkan terganggunya sistem hidrologi daerah karst yang unik dengan sungai bawah tanah.
Dengan berkurangnya fungsi resapan air mengakibatkan risiko penurunan tinggi muka air tanah, debit mata air dan sungai. Desa Jadi bagian selatan merupakan daerah resapan air atau imbuhan air tanah bagi mata air Brubulan dan suplai air bagi sungai Gembul yang saat ini debitnya sudah turun.
Menurut laporan Mahipal Unirow, penemuan penemuan gua di Desa Jadi membawa implikasi kepada banyak aspek kehidupan masyarakat dan tata kelola lingkungan yang harus segera direspon dan disikapi secara bijaksana oleh semua pihak.
Kawasan karst yang merupakan kawasan esensial bagi kelestarian ekologis dan sebagai penyangga kehidupan masyarakat setempat yang terhubung dalam sistem hidrologi dan ekologi bentang alam karst. Nilai penting ekologi dan hidrologi perlu dilindungi dan dijaga kelestariannya agar mampu memberikan fungsinya sebagai penyangga kehidupan.
"Peran Dinas Lingkungan hidup sangat menentukan dalam upaya perlindungan kawasan karst sebagai kawasan ekosistem esensial. Sama pentingnya dalam membina pemulihan kerusakan lingkungan pasca penambangan," tutup laporan itu.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Irqam |
Editor | : Lutfi Hidayat |
Komentar & Reaksi