JEMBER - Salah seorang pegiat pendidikan Kabupaten Jember, Subariyanto, M.Pd meminta Bupati Jember untuk lebih bijak dan mendengarkan aspirasi di bawah.
Pergeseran jam Aparatur Sipil Negara (ASN) khususnya sektor pendidikan, dinilainya sangat berdampak dan merugikan khususnya di pedesaan.
"Bupati harus tahu, yang dinamakan pendidikan itu bukan hanya pendidikan formal (sekolah) tetapi juga ada non formal (madrasah)," sebutnya, Minggu (27/11/2022).
Meskipun kebijakan itu masih dianggap uji coba, tetapi dampaknya sudah sangat di rasakan.
"Kalau kebijakan itu dilakukan untuk ASN non pendidikan silahkan. Tetapi, untuk pendidikan dampaknya harus diperhitungkan," pintanya.
Subariyanto berpendapat, Bupati Jember seharusnya tidak kaku dan selalu mendengarkan apa yang dirasakan di bawah.
"Bukan hanya pendukungnya yang didengarkan. Semua adalah anaknya, harus didengarkan," tegasnya.
Adapun alasan kemacetan yang dijadikan oleh Bupati Jember, Subariyanto menganggap itu tidak logis.
"Tidak logis dan terkesan sepihak, karena yang dijadikan acuan adalah kota. Sementara masyarakat Jember, lebih banyak yang tinggal di desa yang notabene anti macet," bebernya.
Maka dari itu, Subariyanto meminta Bupati Jember tidak memaksakan kebijakan yang merugikan masyarakat.
"Bukan hanya siswa yang menjadi korban. Tetapi gurunya juga banyak sekali mengeluh," tutur, matan kepala salah satu sekolah SMP Negeri di Jember ini.
Diberitakan sebelumnya, salah seorang tokoh pesantren muda Lora Rohman memprotes uji coba kebijakan Bupati Jember.
Karena siswa yang sekolah di sekolah pendidikan formal, kebanyakan santri di Madrasah pada siang dan sore harinya.
Dengan pergeseran jam ASN tersebut, siswa juga terkena dampak, karena jam kegiatan belajar mengajar juga bergeser semakin sore.
Begitupun Wakil Bupati Jember Gus Firjaun. Ia meminta kebijakan tersebut tidak diteruskan apabila lebih banyak mudharatnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Imam Hairon |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi