SUARA INDONESIA

Tradisi Baritan Desa Somorejo, Warga Potong 8 Kambing

Widiarto - 18 June 2021 | 18:06 - Dibaca 3.32k kali
Peristiwa Daerah Tradisi Baritan Desa Somorejo, Warga Potong 8 Kambing
Warga Desa Somorejo menyembelih kambing untuk tradisi baritan

PURWOREJO - Warga Desa Somorejo Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah menggelar selamatan desa atau  yang dikenal masyarakat Somorejo dengan nama Baritan. Dalam tradisi Baritan itu, warga menyembelih 8 ekor kambing sebagai wujud syukur di masyatakat.

Kepala Dusun Sembir, Desa Somorejo, Hadi Sudiharmo, mengatakan, tradisi Baritan berasal dari kata Barit dalam Bahasa Arab, namun karena lidah orang jawa, maka lebih enak dibilang Baritan. 

"Barit sendiri memiliki arti adhem atau dingin, sehingga mengapa kok harus dilakukan Tradisi Baritan, karena mempunyai filosofi agar warga masyarakat di Desa Somorejo, bisa adhem ayem tata titi tentrem kerta raharja atau aman, nyaman dan makmur," katanya, saat ditemui di lokasi merti desa, pada Jumat (18/6/2021).

Dikatakan, tradisi Baritan atau yang dikenal sebagai kegiatan Nyadran atau Merti Desa, untuk Desa Somorejo dilaksanakan pada bulan Apit atau Dulkaidah. 

"Untuk tahun ini kegiatannya dilakukan pada Hari ini, Jumat Kliwon tanggal 19 Juli 2021," jelasnya.

Menurutnya, tradisi Baritan sudah lazim dilaksanakan oleh masyarakat Desa Somorejo sejak dahulu kala. Bahkan pada jaman dahulu puncak acaranya ditandai dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Ada pula di tempat-tempat petilasan tertentu digelar kesenian tradisional berupa kethoprak maupun incling atau kuda lumping. 

"Mungkin kalau pada jaman dahulu tradisi ini merupakan sebuah ritual persembahan. Namun pada era sekarang ini telah banyak mengalami perubahan, meski tetap dilaksanakan namun dengan tujuan untuk melestarikan budaya dan memperingati perjuangan para leluhur, tokoh pendahulu, cikal bakal, sekaligus memperingati berdirinya Desa Somorejo. Kini dalam kegiatan itu hanya dilakukan doa bersama agar memanjatkan doa agar dosa-dosa para pendiri desa diampuni dan semua amal ibadahnya dapat diterima di sisi-Nya," jelasnya.

Kegiatan tradisi Baritan, lanjutnya, diawali dengan Kenduri Agung pada malam menjelang dilaksanakannya tradisi Baritan yang di pusatkan di Balai Desa Somorejo, dengan memotong seekor kambing. Barulah pada pagi harinya ritual dilaksanakan di tempat-tempat petilasan para pendiri desa yang ada di Desa Somorejo. Setelah potong kambing barulah dilaksanakan dzikir, tahlil, dan kenduri di tempat tersebut. 

"Ada 5 Desa yang menggelar tradisi itu, yaitu pedukuhan Sembir, Kenteng, Mejing, Sejagir, dan Tepus," ucapnya.

Disampaikan, tradisi Baritan dilaksanakan dalam dua tahap. Pertama Tradisi Baritan yang dilaksanakan di bulan Apit atau Dulkaidah. Ritualnya dilakukan di 8 tempat petilasan, yakni di Mbeji Sendang Petilasan Nyai Rantamsari dan Raden Bagus Jaka Glidig, serta Petilasan Nyai Rara Mendut (Pedukuhan Sembir). Kemudian Wunung Petilasan Eyang Citrowongso, dan Kepodang Petilasan Rara Kenanga (Pedukuhan Mejing). Lantas Watu Kenteng Petilasan Ki Joyo Menggolo, dan Ngringin Petilasan Kyai Amat Dani (Pedukuhan Kenteng). Kemudian Petilasan Watu Natak, dan Pancuran Petilasan Kyai Tegal Otik (Pedukuhan Sejagir). 

Kedua Tradisi Baritan yang dilaksanakan di bulan Sura atau Muharam. Ritualnya dilaksanakan di 2 tempat petilasan, yaitu di Ngasem Petilasan Eyang Naya Pati dan Petilasan Nyi Pawit, yang kesemuanya terletak di Pedukuhan Tepus.

Tradisi Baritan dilaksanakan pada hari Jumat Kliwon di bulan Apit atau Dulkaidah, apabila di bulan tersebut tidak ada hari Jumat Kliwon-nya, maka ritual dilaksanakan pada hari Selasa Kliwon. 

Ritual itu, tambahnya, dimulai pagi hari dengan memotong kambing dan ayam jantan (untuk ingkung). Uniknya daging kambing yang disembelih dimasak di sekitar lokasi tempat petilasan itu. Lebih menarik lagi, yang memasak daging kambing tersebut harus dilakukan oleh laki-laki semua, tidak boleh dimasak oleh wanita. 

Tak kalah menariknya, dalam membuat bumbu juga dibuat hanya dikira-kira. Sebab sebelum dilakukan Kenduri Agung, semua ubarampe berupa daging kambing beserta kuahnya, dan ingkung ayam beserta kuahnya, tidak boleh dicicipi terlebih dahulu. 

"Pada hari itu merupakan hari hajatan orang sedesa, sebab seluruh warga masyarakat membuat selamatan dengan membuat ubarampe tradisi Baritan. Karena pada puncak ritual berupa Kenduri Agung setiap kepala keluarga (KK) membawa ubarampe sendiri-sendiri dari rumah, kemudian dibawa dengan menggunakan tampah atau nampan, ke tempat petilasan yang terdekat dari rumah mereka. Adapun ubarampe yang harus dibawa dari rumah oleh warga meliputi nasi golong berjumlah 7 buah, lauk pauk, sayuran, dan uang penajem (uang kas)," ujarnya.

Untuk pembelian kambing yang akan disembelih, warga mengadakan iuran sukarela sesuai dengan kemampuan mereka. Sebagai puncak acara, dilaksanakan Kenduri Agung yang dihadiri oleh semua warga setempat, para tokoh, sesepuh, perangkat desa, dan kepala desa. Kenduri Agung dipimpin oleh Hadi Sudiharmo dengan melakukan dzikir, tahlil, dan doa bersama untuk keselamatan orang sedesa serta mendoakan para pendiri desa. 

"Lantas daging kambing dan ingkung dibagi secara rata kepada seluruh warga masyarakat yang hadir maupun yang berhalangan hadir karena sesuatu dan lain hal. Biasanya Kenduri Agung Tradisi Baritan dilakukan pada pukul 13.00 WIB usai Sholat Jumatan atau bakda Dzuhur," pungkasnya.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Widiarto
Editor : Nanang Habibi

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya