MALANG - Merasa diresahkan dengan jalannya proses pembangunan RSU BRI Medika Malang, warga, mahasiswa serta LSM yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Bethek Melawan mendatangi Gedung DPRD Kota Malang, Rabu (17/02/2021).
Adapun tujuan mereka mendatangi Gedung DPRD Kota Malang untuk menyampaikan beberapa poin tuntutan kepada PT Mandala Bakthi Husada sebagai penanggung jawab serta pemilik utama RSU BRI Medika Malang.
Pembangunan RS yang sejak awal sudah mengalami cacat hukum secara prosedural ini, di klaim telah merugikan warga secara materiil maupun immaterial.
Kejar target pembangunan yang dilaksanakan selama 24 jam non-stop membuat warga terganggu secara psikis bahkan membuat hubungan antar warga bersitegang.
Hal tersebut dijelaskan oleh Dandum Prasetya selaku perwakilan dari warga bethek yang terdampak pembangunan.
"Imateriilnya dampak psikologisnya sangat berat, warga sudah gak rukun lagi. Karna sudah ada yang main serangan fajar pakek uang, jadi pada berantem semua. Sedangkan dari segi materiil disini beberapa rumah banyak yang sudah retak-retak dan satu hampir roboh, sebelah persis itu hampir roboh,” jelas Dandum.
Dandum merasa pihak pengembang dan kontraktor sebagai tamu dari luar tidak memiliki adab dan etika dalam melakukan pembangunan di sekitar pemukiman padat penduduk tersebut.
Selayaknya tamu dari luar yang akan bermukim dan bertetangga selama bertahun-tahun kedepan, menurut Dandum, harusnya bisa membangun hubungan baik dengan warga sekitar.
“Harusnya bertetangga itu baik, mengawalinya kayak gitu. Mereka itu pendatang saya penduduk asli makanya saya marah, harusnya nuwun sewu yang bagus gitu lho, tapi ini engga,” tambah Dandum.
Adanya ketidakmerataan kompensasi, pelanggaran jam kerja, serta pelanggaran teknis pengerjaan seperti penggunaan alat berat (tower crane) yang tidak di sosialisasikan sebelumnya, membuat warga semakin resah dan menuntut pihak pengembang untuk menghentikan proyek pembangunan RSU BRI Medika Malang tersebut.
Pada awalnya pihak kontrakor ditemani oleh lurah sekitar sudah mengadakan kesepakatan dengan warga mengenai jam kerja penggarapan rumah sakit.
Maximal di jam 10 malam dengan catatan diatas jam 6 malam sudah tidak ada lagi kegaduhan, tidak ada penggunaan alat berat, hanya pengecoran saja.
Namun implementasinya justru sebaliknya. Pembangunan non-stop dilakukan Selama 24 jam menggunakan alat berat yang menyebabkan dentuman serta kebisingan, bahkan sampai terjadi gempa local karna alat berat (tower crane) yang digunakan sempat mengalami gangguan.
Hal tersebut membuat warga tidak bisa beristirahat serta beraktifikas dengan normal, bahkan beberapa warga lanjut usia serta balita harus di ungsikan.
“Dentuman-dentuman kemaren itu kami rasakan tiap hari, tiap jam. Gak bisa istirahat. Hancur sekarang mulai dari anak mau daring gak bisa, kita mau kerja kepikiran yang dirumah, sudah gak bisa apa-apa. Yang sepuh-sepuh sama yang punya balita juga ngungsi semua,” ungkap Firza salah seorang warga Bethek yang juga terdampak pembangunan RSU BRI Medika Malang.
Sejak awal dilakukannya pembangun RSU BRI Medika Malang di nilai sudah cacat hukum secara prosedural.
Telat terbitnya beberapa dokumen penting perizinan seperti IMB, UPL-UKL, serta AMDAL, membuat pengerjaan bangunan tersebut dinilai illegal.
Ditambah sikap acuh perusahaan terhadap aspirasi warga membuat Solidaritas Bethek Melawan yang terdiri dari warga Bethek terdampak, BEM FEB UB, MCW, LBH Surabaya Pos Malang, BEM FH UB, LYMI, serta Himpunan Jurusan Ilmu Ekonomi FEB UB mengeluarkan beberapa poin tuntutan.
Berikut diantaranya:
(1) Menuntut Pemerintah Kota Malang untuk mencabut izin lingkungan yang juga sekaligus izin pembangunan proyek RSU BRI Medika Malang karena telah cacat secara formil, prosedural sejak pembongkaran dimulai.
(2) Menuntut pemimpin proyek untuk bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Warga berharap pihak pengemban dan kontraktor mau berbesar hati untuk menghentikan sementara proses pembangunan dan berunding kembali dengan warga sampai menemukan titik terang yang menguntungkan kedua belah pihak.
"Ya disetop, yang kita inginkan itu, rundingan lagi dengan warga yang terdampak, sampai ketemu titik temunya. Kita berjuang itu 2 tahun loh, capek sekali kita, sudah kemana-mana kita buntu. Dari kantor polisi, RT, Lurah, Kecamatan, DPR, sampai Ketua DPR. Kita cuma di janji-janjiin aja,” ungkap Dandum.
Reporter: Savira Alvionita
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : |
Editor | : |
Komentar & Reaksi